Nostalgia Wisata Kopi
Mengembalikan reputasi Temanggung sebagai produsen kopi. Bagi Anda yang sering melewati rute Semarang - Jogja via Ambarawa, mungkin tak akan...
https://www.helmantaofani.com/2012/03/nostalgia-wisata-kopi.html
Mengembalikan reputasi Temanggung sebagai produsen kopi.
Bagi Anda yang sering melewati rute Semarang - Jogja via Ambarawa, mungkin tak akan asing dengan beberapa kebun kopi yang nampak di perjalanan. Dalam khasanah kopi Nusantara, dikenal pula varian kopi Banaran, merujuk nama tempat yang secara yurisdiksi masuk dalam Kabupaten Semarang.
Banaran adalah irisan kecil dari perkebunan kopi klasik yang membentang di tengah pulau Jawa. Wilayah luas ini sekitar 75 persen (mencakup sebelas ribu hektar berdasar data) masuk dalam Kabupaten Temanggung. Inilah area yang memunculkan istilah "java", yang lantas digunakan sebagai merk bahasa pemrograman oleh Sun Microsystem.
Java versi Sun sendiri diambil dari istilah slang Amerika untuk kopi. Ini merujuk pada ekspor kopi besar-besaran yang dilakukan pulau Jawa pada era kolonial. Kopi robusta yang ditanam Belanda merajai pasaran kopi, sebelum Brasil dan Vietnam mengambil alih. Awalnya, perkebunan kopi dikembangkan di Jawa Barat pada abad ke-18. Lokasi terdekat dengan Batavia yang memungkinkan tanaman asal Afrika itu berkembang. Lantas, setelah mendapatkan varian yang paling tepat, Belanda memindahkan sentra produsen kopi di pusat Jawa Tengah. Lokasi yang kini membentang di tiga wilayah, Kab Semarang, Magelang, dan Temanggung.
Dari area yang dibuka oleh VOC itu, objek wisata yang berkaitan dengan kopi paling prestise mungkin Losari Coffee Plantation. Ironisnya, inisiator dan penggagas awal hotel agrowisata ini adalah seseorang berkebangsaan Italia. Ia melihat potensi nostalgia perkebunan kopi yang melegenda semenjak dulu kala di dataran Kedu ini. Losari berada di wilayah Grabag, Magelang. Lagi-lagi tidak berada di Kabupaten Temanggung.
Saya lumayan bingung ketika mendapati Kabupaten Temanggung tak mempunyai tempat wisata khusus yang terkait dengan kopi. Temanggung sebagai pemilik ladang terbesar "java" malah belum bisa mengklaim identitas ini. Saya sering berpikir untuk membuka atau setidaknya mempromosikan komoditas kopi sebagai salah satu produk unggulan yang dikemas dalam tambahan atraksi wisata. Model wisata agrobisnis semacam ini sudah banyak dirintis, seperti misalnya perkebunan teh di kawasan Puncak, Jawa Barat. Lalu kebun stroberi di Bandung dan sekitarnya.
Kopi, sekarang masuk dalam gaya hidup. Warga kota sering menebus kopi dengan harga mahal yang dibuka melalui gerai kopi impor. Padahal kopi yang mereka hirup banyak diproduksi dari Indonesia, diekspor keluar, lalu diimpor kembali, dan dijual dengan berbagai komponen biaya adisional.
Temanggung masuk dalam proses kedua. Daerah ini adalah eksportir kopi nomer satu di Jawa Tengah. Data Promo Jateng menyebutkan 40% komoditas ekspor kopi dikapalkan dari daerah ini melalui kanal di Malang dan Semarang. 5500 ton kopi robusta, dan 365 ton arabika dihasilkan tiap tahun dari daerah ini, terutama di wilayah utara yang memiliki ketinggian dan iklim tepat. Dari jumlah sekian, tak ada yang disirkulasikan secara lokal, sehingga masuk akal bila tak banyak orang yang mengetahui potensi daerah ini.
Temanggung mestinya mulai bisa menangkap potensi ini sebagai alternatif dari imej tembakau yang sudah melekat sebelumnya. Membuat konsep agrowisata perkebunan kopi, yang dikemas dalam walkthrough wisata, tentu akan menarik perhatian para penikmat kopi di kota. Kota besar terdekat Temanggung, Yogyakarta dan Semarang, memiliki jumlah penikmat kopi yang tak sedikit. Getaway berupa perkebunan kopi yang asri sambil berkesempatan menyeduh kopi robusta asli Jawa tentu akan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Mereka bisa menikmati keteduhan alam pegunungan sambil menanamkan identitas kopi Jawa yang sohor dari dulu kala.
Bagi saya, pecinta kopi yang asli Temanggung, berpendapat bahwa itu bisa menjadi destinasi wisata yang ideal. Losari mungkin bisa menjadi preseden bagus, hanya kemasan dan nama kopinya juga wajib menjual aspek lokalitas. Agar masyarakat tak hanya kenal dengan kopi Banaran, yang bukan dari Temanggung, sebagai wakil java. (Sumber gambar: Shutterstock)
Bagi Anda yang sering melewati rute Semarang - Jogja via Ambarawa, mungkin tak akan asing dengan beberapa kebun kopi yang nampak di perjalanan. Dalam khasanah kopi Nusantara, dikenal pula varian kopi Banaran, merujuk nama tempat yang secara yurisdiksi masuk dalam Kabupaten Semarang.
Banaran adalah irisan kecil dari perkebunan kopi klasik yang membentang di tengah pulau Jawa. Wilayah luas ini sekitar 75 persen (mencakup sebelas ribu hektar berdasar data) masuk dalam Kabupaten Temanggung. Inilah area yang memunculkan istilah "java", yang lantas digunakan sebagai merk bahasa pemrograman oleh Sun Microsystem.
Java versi Sun sendiri diambil dari istilah slang Amerika untuk kopi. Ini merujuk pada ekspor kopi besar-besaran yang dilakukan pulau Jawa pada era kolonial. Kopi robusta yang ditanam Belanda merajai pasaran kopi, sebelum Brasil dan Vietnam mengambil alih. Awalnya, perkebunan kopi dikembangkan di Jawa Barat pada abad ke-18. Lokasi terdekat dengan Batavia yang memungkinkan tanaman asal Afrika itu berkembang. Lantas, setelah mendapatkan varian yang paling tepat, Belanda memindahkan sentra produsen kopi di pusat Jawa Tengah. Lokasi yang kini membentang di tiga wilayah, Kab Semarang, Magelang, dan Temanggung.
Dari area yang dibuka oleh VOC itu, objek wisata yang berkaitan dengan kopi paling prestise mungkin Losari Coffee Plantation. Ironisnya, inisiator dan penggagas awal hotel agrowisata ini adalah seseorang berkebangsaan Italia. Ia melihat potensi nostalgia perkebunan kopi yang melegenda semenjak dulu kala di dataran Kedu ini. Losari berada di wilayah Grabag, Magelang. Lagi-lagi tidak berada di Kabupaten Temanggung.
Saya lumayan bingung ketika mendapati Kabupaten Temanggung tak mempunyai tempat wisata khusus yang terkait dengan kopi. Temanggung sebagai pemilik ladang terbesar "java" malah belum bisa mengklaim identitas ini. Saya sering berpikir untuk membuka atau setidaknya mempromosikan komoditas kopi sebagai salah satu produk unggulan yang dikemas dalam tambahan atraksi wisata. Model wisata agrobisnis semacam ini sudah banyak dirintis, seperti misalnya perkebunan teh di kawasan Puncak, Jawa Barat. Lalu kebun stroberi di Bandung dan sekitarnya.
Kopi, sekarang masuk dalam gaya hidup. Warga kota sering menebus kopi dengan harga mahal yang dibuka melalui gerai kopi impor. Padahal kopi yang mereka hirup banyak diproduksi dari Indonesia, diekspor keluar, lalu diimpor kembali, dan dijual dengan berbagai komponen biaya adisional.
Temanggung masuk dalam proses kedua. Daerah ini adalah eksportir kopi nomer satu di Jawa Tengah. Data Promo Jateng menyebutkan 40% komoditas ekspor kopi dikapalkan dari daerah ini melalui kanal di Malang dan Semarang. 5500 ton kopi robusta, dan 365 ton arabika dihasilkan tiap tahun dari daerah ini, terutama di wilayah utara yang memiliki ketinggian dan iklim tepat. Dari jumlah sekian, tak ada yang disirkulasikan secara lokal, sehingga masuk akal bila tak banyak orang yang mengetahui potensi daerah ini.
Temanggung mestinya mulai bisa menangkap potensi ini sebagai alternatif dari imej tembakau yang sudah melekat sebelumnya. Membuat konsep agrowisata perkebunan kopi, yang dikemas dalam walkthrough wisata, tentu akan menarik perhatian para penikmat kopi di kota. Kota besar terdekat Temanggung, Yogyakarta dan Semarang, memiliki jumlah penikmat kopi yang tak sedikit. Getaway berupa perkebunan kopi yang asri sambil berkesempatan menyeduh kopi robusta asli Jawa tentu akan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Mereka bisa menikmati keteduhan alam pegunungan sambil menanamkan identitas kopi Jawa yang sohor dari dulu kala.
Bagi saya, pecinta kopi yang asli Temanggung, berpendapat bahwa itu bisa menjadi destinasi wisata yang ideal. Losari mungkin bisa menjadi preseden bagus, hanya kemasan dan nama kopinya juga wajib menjual aspek lokalitas. Agar masyarakat tak hanya kenal dengan kopi Banaran, yang bukan dari Temanggung, sebagai wakil java. (Sumber gambar: Shutterstock)
4 komentar
Mantap ini tulisan! saya sendiri belum cicip itu kopi banaran--yang di Jakarta mungkin tersedia di Warung Kopi Nusantara itu ya?
Mari ke Temanggung!
Lha bukannya dulu sempet cicip Kopi Banaran di Warkop Nusantara? Pokoknya by default agak manis kopinya masbro.
jadi ?
kapan kita2 diajak ke Temanggung ?
jadi pengen bikin warung kopi
Posting Komentar