Batman dalam Superman
Sebetulnya apa yang menjadi ekspektasi pentonton ketika menanti film superhero? Apalagi yang bisa ditawarkan franchise film yang semua or...
https://www.helmantaofani.com/2016/03/batman-dalam-superman.html
Sebetulnya apa yang menjadi ekspektasi pentonton ketika menanti film superhero? Apalagi yang bisa ditawarkan franchise film yang semua orang sudah hapal di luar kepala bagaimana Superman, Batman.
Saya, mungkin seperti halnya Anda, adalah bagian yang kecewa dengan film Batman Vs Superman: Dawn of Justice. Alasannya bisa berbeda. Saya tidak suka Man of Steel, yang menjadi prekuel Batman Vs Superman.
Celakanya, Batman Vs Superman membawa pola yang persis sama dengan Man of Steel. Tentu dengan aspek yang membuat saya tidak suka. Berpanjang cerita, terlalu membawa perasaan, dan adegan aksi yang cenderung pointless. Hanya deru-debam tak berkesudahan.
Konsep Snyder memang ingin membawa status kekuatan Superman sebagai god-like power, sehingga membentuk skala dengan manusia. Di titik itu ia berhasil, baik di Man of Steel (adegan perkelahian Superman dengan Jenderal Zod, yang muncul sebagai link kedua film) atau Batman Vs Superman. Tapi agak melelahkan dan membuat lelah. Mata dan atensi fokus ke mana: ledakan, lesatan, atau kota yang hancur berkeping-keping.
Ini membuat saya bertanya-tanya, sebetulnya apa yang kita nantikan dari sebuah film tentang superhero?
Zaman dahulu akan berbeda dengan sekarang. Dahulu, film superhero adalah penantian akan visualisasi dari komik ke gambar bergerak yang diperankan orang nyata. Dari pengalaman sinema, kita baru tahu betapa konyolnya memakai cawat di luar celana. Padahal tampak oke di gambar komik.
Lalu beranjak ke peragaan teknologi untuk mendukung aksi. Mungkin kita akan tertawa melihat cara Adam West memerankan adegan Batman memanjat gedung. Tapi pada masanya dulu, penonton oke dengan hal itu. Bagaimana dengan pose terbang Christoper Reeve. Ah, generasi saya kalau memeragakan terbang masih seperti itu. Tangan maju, satu ditekuk.
Lalu, tren masa kini, adalah mencoba bersiasat dengan skenario. Saya menyebutnya Nolan-effect. Buah dari trilogi Batman yang jatuh ke tangan sutradara superserius, Christoper Nolan.
Nolan, terkenal dengan karya drama-thriller psikologi seperti Memento, membesut superhero. Kebetulan Batman yang dibawa. Bruce Wayne memang punya drama dalam hidupnya, jadi menarik untuk diekspos "baper"-nya. Tapi film lain akhirnya jadi ikut-ikutan mencoba masuk ke alam Nolan. Terutama paska The Dark Knight yang menjadikan Batman sebagai flagship DC Comics untuk bersaing dengan Marvel.
Superman, superhero yang digambarkan amat lurus, adalah sosok yang paling tak cocok untuk berberat drama. Clark Kent hanya mengenal baik dan buruk. Tak ada wilayah abu-abu, lantaran ia memang bukan manusia. Menurut saya wajar bila ia tidak punya hidden agenda atau ranah bawah sadar yang bisa dikulik oleh Sigmund Freud.
Nah, Snyder mencoba membawa Nolan-effect ke dalam Superman. Sejak Man of Steel, di mana ia membawa formula Watchmen, komik yang dikembangkan mahaguru komik dark, Alan Moore. Ada alasan khusus tentunya, mengapa Moore diingat lantaran pernah memegang cerita Batman, tapi tidak untuk Superman.
Gaya Snyder boleh jadi disukai Nolan yang menjadi produser eksekutif untuk Batman Vs Superman. Kita bisa melihat efek itu dalam flashback yang menjelaskan origin Batman. Atau tekstur dan tincture warna dalam film (coba amati lansekap ilalang di muka makam Thomas dan Martha Wayne).
Nyaris separuh film berisi narasi. Paruh sisanya baru adegan aksi yang susah dijustifikasi dengan narasi sebelumnya. Bahasa singkatnya, "nggak nyambung".
Logika bertaut kejadiannya agak menggelikan. Misalnya, adegan trauma Bruce Wayne hanya digunakan untuk menjustifikasi plot krusial yang memutar jalannya film. Bukan sisi traumatis, tapi dipicu oleh sesuatu yang sangat sederhana. Penonton di sebelah saya bahkan tertawa ketika adegan itu terjadi. Padahal mestinya dramatis dan emosional.
Kemudian bagaimana cerita dibangun untuk menjustifikasi adegan titel, Batman Vs Superman, juga kurang dalam. Ikatan Bruce dan karakter yang membangkitkan emosinya tidak terlihat dibangun dengan baik. Sehingga, effort yang dilakukan Batman guna meladeni Superman susah dijustifikasi. "Sampai segitunya?"
Terakhir, untuk menjustifikasi sub-title, Dawn of Justice, juga tidak dilakukan dengan baik. Sebagai penonton, Anda bisa membayangkan seluruh adegan yang dilakukan Gal Gadot dihapus, maka film masih akan berjalan dengan baik. Lalu kita maklum bahwa ini masih fajar bagi era Justice League.
Overall, hal paling mengecewakan dari Batman Vs Superman adalah bagaimana mungkin logika cerita di atas tak tercapai dengan durasi yang lumayan panjang (nyaris dua setengah jam)? Sederhana saja, terlihat jelas siapa yang tak mengerjakan PR dengan baik: duet penulis skenario, David Goyer dan Chris Terrio.
Film ini mengalami perubahan arah ketika Goyer (yang menulis Man of Steel) diganti oleh Terrio di tengah jalan. Mengingat konsep film 70% berbau Man of Steel, maka saya agak yakin bila Goyer sudah hampir menyelesaikan naskah. Sementara Terrio (penulis skenario film yang disutradarai Ben Affleck, Argo) masuk dan menambahkan beberapa pokok cerita sehingga banyak kisah yang tidak memiliki ikatan dengan inti cerita.
Tapi, yah, saya bisa berempati dengan tim DC. Flagship mereka, sekarang, adalah Batman. Sama dengan Iron Man bagi Marvel. So, tidak banyak opsi yang dipunya Snyder dan tim untuk mengembangkan realm atau universe dari DC selain mengikuti pakem Batman (yang berhasil di re-boot via Nolan-effect). Barangkali itu yang membuahkan kompensasi ending film Batman Vs Superman.
Di sisi lain, business goes on. Marvel meraup uang dari pengembangan universe Avengers yang berisi banyak tokoh. DC harus mengikuti, meski baseline mereka belum siap. Mereka terlalu fokus menjual Batman dan Superman, sehingga tokoh lain tidak mendapatkan sorot. Giliran tampil, skenarionya tak terbangun dengan baik.
Meski awalan yang kurang mengasyikkan, saya malah menanti kelanjutan realm Justice League ini. Akan selalu menarik dinanti, inovasi cerita apalagi yang akan dibawa oleh tim DC. Karena kembali ke ekspektasi menonton film superhero masa kini. Visualisasi sudah. Aksi sudah. Memang hanya cerita yang masih bisa dikembangkan.
Posting Komentar