Pelesir Ransel Sekeluarga ke Thailand
https://www.helmantaofani.com/2019/04/pelesir-ransel-sekeluarga-ke-thailand.html
Setiap tahun, dari 2009, saya dan istri melakukan pelesir ke luar negeri. Iya, mungkin bagian dari "gegayaan" kelas menengah masa kini. Namun, sejak pertama kali melakukannya di Sydney waktu itu, kegiatan tersebut memang membuat nagih.
- Pelesir Ransel Seminggu ke Thailand
Fakta bahwa ada bonus tahunan dari kantor istri berupa trip ke luar negeri, terus terang, yang membuat aktivitas ini ajeg dilakukan. Minimal setahun sekali, dan sampai saat ini sudah membawa kami ke beberapa negara.
Tahun lalu reward trip dari istri membawa kami ke Eropa. Siapa yang tidak bahagia, tetapi pada saat pelaksanaannya jadi kian berat karena kami teringat yang ditinggalkan di rumah. Anak-anak kami, saat ini berusia 8 dan 9 tahun, menjadi keping yang hilang ketika kami merasakan kebahagiaan pelesir. Menyadur ucapan Christoper McCandless, apalah arti sukacita apabila tidak dibagikan?
So, tahun lalu kami sempat bertekad kalau tahun depan harus pelesir bersama anak-anak. Ndilalah, tahun lalu juga merupakan tahun terakhir istri berkarier profesional. Artinya, pada 2019 ini, tidak ada lagi pelesir dibayarin. Untuk tahun ini kami sudah bertekad untuk pelesir mandiri, dengan segala kemampuan dan keterbatasan yang ada. Bagaimana lagi, pelesir itu nyandu.
Ketika merencanakan pelesir mandiri, dengan peserta kini menjadi 4 orang, tentunya ada banyak kompromi yang harus dilakukan. Yang pertama dari sisi biaya. Aspek seperti tiket pesawat (salah satu komponen termahal) menjadi dua kali lipat. Akomodasi juga kurang fleksibel pilihannya. Ini tentu berpengaruh pada pilihan destinasi.
Dengan tidak lagi menjadi karyawan, perhitungan finansial harus kalkulatif dan realistis. Akhirnya, setelah menghitung kondisi finansial pada bulan kedua, kami mendapatkan gambaran budget yang bisa dialokasikan untuk traveling berempat. Pilihannya, saat itu, adalah ke Jepang (sesuai keinginan anak bungsu) atau ke destinasi lain termasuk destinasi lokal.
Secara hitung-hitungan, akhirnya kami memutuskan untuk ke Thailand saja. Selain pertimbangan budget, juga fakta bahwa kami akan mengajak anak pertama yang autistik untuk menempuh penerbangan dengan durasi lumayan. Selama ini baru kami bawa di penerbangan dengan durasi pendek (tidak lebih dari 1,5 jam). Ke Thailand, penerbangan akan ditempuh dengan durasi waktu 3-3,5 jam.
Faktor yang kedua, Thailand memiliki bahasa (dan aksara) yang sama sekali berbeda dengan Indonesia. Hal ini tentu akan menarik untuk memberikan wawasan bagi anak-anak mengenai perbedaan budaya dan cara hidup orang-orang di seluruh dunia. Ini salah satu tujuan kami pelesir selama ini.
Pertimbangan lain, dengan hitungan budget yang sama, kami bisa lebih lama di Thailand daripada memaksakan ke Jepang berempat. Kebetulan sebelum puasa ada beberapa tanggal yang ramah cuti untuk mendapatkan libur panjang. Pilihan akhirnya jatuh pada 18 - 24 April 2019. Tanggal ini juga bersamaan dengan libur UN untuk anak-anak. Sebetulnya ini bisa lebih panjang, tetapi kami tidak ingin mengorbankan privilese demokrasi kami dengan skip pemilu. Jadilah seminggu di Thailand sebagai pelesir kami pada tahun 2019.
Merencanakan Pelesir
Semua orang bilang kegiatan paling menyenangkan dari pelesir itu sejatinya adalah merencanakannya.
Pendapat itu sahih adanya. Kamipun selalu demikian, penuh dengan excitement ketika merencanakan pelesir. Pelesir di Thailand ini kami persiapkan sekitar seminggu sebelum berangkat.
Yang pertama adalah menentukan gaya pelesirnya seperti apa. Pilihannya antara lain bisa ikut tur atau individu. Staycation atau ekskursi. Koper atau ransel. Semuanya punya aspek plus-minus, tetapi kami akan mencoba sesuai genre yang paling kami suka, yaitu tur individu, ekskursi, dan ransel. Membayangkan keseruan (dan kerepotan) bersama anak-anak untuk tur model ini sangat menarik.
Yang kedua adalah membuat itinerari. Selama seminggu mau apa dan ke mana. Secara konsep kasar, kami membagi hari aktif ke dalam 5 hari. Ada masing-masing satu hari itinerari untuk saya, istri, dan anak-anak. Sisa dua harinya adalah itinerari bersama, atau celah improvisasi. Secara destinasi, kota utama yang kami pilih adalah Bangkok. Pengembangannya adalah ke Chiang Mai yang ada nun jauh di utara Thailand.
Itinerari saya adalah untuk mengenali scene literasi di Bangkok yang banyak dipuji. Saya juga ingin melihat coffee culture di ibukota Thailand (dan Chiang Mai). Beberapa toko buku dan kedai kopi menjadi sasaran destinasi.
Itinerari Gina, istri saya, untuk melihat scene barang atau produk natural dan organik. Ini bagian dari usaha yang kini dijalaninya. Melihat skena di negara lain bisa menjadi benchmark yang menarik.
Itinerari anak-anak seputar ke obyek wisata keluarga atau sensorial yang menarik bagi mereka. Terutama untuk anak kami, Aksara, yang masuk dalam spektrum autisma. Kami berpikir untuk memberinya wisata pantai (ada pasir dan air) yang mungkin akan dinikmatinya.
Itinerari gabungan, ya ada ketiganya. Aspek literasi dan kopi, skena produk natural organik, serta yang menyenangkan bagi anak-anak. Rencananya itinerari gabungan ini akan kami lakukan di Chiang Mai.
Jujur, kami menghindari objek-objek yang "touristy", seperti misalnya kuil-kuil atau pusat perbelanjaan di Bangkok. Mungkin ke objek tersebut sambil lalu atau kalau ada waktu saja.
Selain itu, kami juga mesti mengetahui bagaimana mobilitas di sana nantinya. Dalam pilihan genre wisata kami, artinya akan bergantung pada transportasi publik atau yang sering digunakan orang lokal di sana.
Setelah menyusun itinerari dan sasaran objek, yang ketiga tentu saja reality check untuk harga tiket pesawat dan akomodasi. Hitungan budget baru akan terlihat pada fase ini. Kami mulai mengakrabi vendor-vendor wisata digital seperti Skyscanner, Booking, Klook, dan sebagainya. Selain budget, informasi ini juga beruna untuk menentukan jam aktivitas. Hal ini terkait jam kedatangan dan keberangkatan pesawat atau check in policy dari masing-masing penginapan.
Akhirnya, setelah semua faktor ini tersusun, itinerari yang kami rencanakan adalah:
Kamis, 18 April 2019
- Flight Jakarta - Bangkok
- Akomodasi: Backpacker Hostel (2 malam)
Jumat, 19 April 2019
- Jalan-jalan di Bangkok (itinerari Helman)
- Distrik Sukhumvit dan Phloen Cit
Sabtu, 20 April 2019
- Daytrip ke luar kota Bangkok, antara Ayutthaya atau Pattaya (itinerary anak-anak)
- Akomodasi: Serviced Hotel (2 malam)
Minggu, 21 April 2019
- Jalan-jalan di Bangkok (itinerari Gina)
- Distrik Lat Phrao dan Thonglor
Senin, 22 April 2019
- Menuju Chiang Mai menggunakan Kereta Api
- Akomodasi: Sleeper Train (overnight)
Selasa, 23 April 2019
- Jalan-jalan di Chiang Mai (itinerari allround)
- Distrik Kota Tua dan Nimman
- Akomodasi: Backpacker Hostel (overnight)
Rabu, 24 April 2019
- Flight Chiang Mai - Jakarta
Seperti biasa, travelog paling mudah adalah membandingkan rencana dan kenyataan. Pun demikian dengan catatan Seminggu di Thailand ini.
Posting Komentar