Seminggu di Thailand: Hari Pertama, Adaptasi Wisata Bersama ABK
https://www.helmantaofani.com/2019/04/seminggu-di-thailand-hari-pertama.html
Sesuai rencana pelesir, hari pertama dimulai pada Kamis (18/4) siang dengan tantangan pertama adalah terbang bersama anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam hal ini autistik.
- Adaptasi Wisata Bersama ABK
Beberapa hari sebelumnya sempat viral vlogger Arab, Khalid Al Ameri, yang memberitahu kode DPNA untuk penumpang pesawat yang berkebutuhan khusus (termasuk autistik). Saya sempat mencari cara untuk memasukkan atau menginformasikan kode tersebut, tetapi tidak berhasil juga. Kami menggunakan Thai Lion Air, yang dipesan melalui Traveloka.
Penerbangan medium haul, dengan durasi 3,5 jam dari Soekarno-Hatta (CGK) ke Don Mueang (DMK) di Bangkok, di kelas ekonomi pada pesawat single aisle, tentu akan menjadi tantangan. Bagi penumpang umumnya (normal), penerbangan selama itu tanpa perangkat hiburan cukup membuat mati gaya juga. Bagaimana dengan anak autistik?
Anak saya, Aksara (9), termasuk classic autistic. Ia belum berbicara verbal, dan kadang pikirannya menerawang sehingga sering tiba-tiba berteriak atau tertawa. Aksara bukan kali pertama terbang dengan pesawat. Paling lama, ia terbang satu jam lebih dari Jakarta ke Singapura ketika berusia 6-7 tahun. Atau ke Semarang ketika mudik.
Pada penerbangan pendek, kami masih bisa handle Aksara. Mungkin dengan menyiapkan bekal seperti cemilan atau mainan yang membuatnya fokus dan tenang. Untuk penerbangan kali ini, kami tidak menyiapkan bekal karena Aksara sudah jauh lebih besar. Strategi umumnya adalah penempatan duduk deret (ABC atau DEF) bagi satu rombongan untuk menangani apabila anak berkebutuhan khusus ini tantrum atau bertindak mengganggu.
Dengan Thai Lion Air (baik web maupun apps) yang tidak bisa diakses untuk check in sejak mula, kami tidak ada pilihan kecuali pasrah dengan kebijakan maskapai untuk menempatkan. Usai check in, didapati kami mendapatkan seat di BC-DE. Jadi, masing-masing (saya dan Gina) memegang satu anak sambil berdoa siapapun yang di sebelah Aksara tidak akan merasa terganggu.
Beruntung penumpang di F yang bersebelahan dengan Aksara cukup cuek. Ia orang Thailand, dan beberapa kali senyum ketika Aksara melakukan hal yang aneh. Selain itu, praktis tidak ada gangguan ketika penerbangan pergi ini kecuali Aksara tiba-tiba berdiri di kursi, atau kakinya menendang kursi depannya. Namun, relatif tidak ada komplain dari penumpang lain.
You see, bepergian dengan anak berkebutuhan khusus ini wajib menyiapkan diplomasi apabila si anak bertindak tiba-tiba. Diplomasi standar kami paling meminta maaf sembari menginformasikan kalau anak kami autistik. Kadang mendapatkan orang yang empatik, kadang juga tidak.
Ketika pengumuman mendarat di DMK bergaung, kami lega salah satu fase yang sempat dikhawatirkan tidak terjadi. Meski tidak tidur sama sekali, Aksara tidak merepotkan, sehingga kami sempat diskusi kalau ia mungkin siap ditingkatkan ke durasi penerbangan yang lebih lama lagi.
Baca juga: penjelasan mengenai rencana pelesir ini.
Hari Pertama di Bangkok
Kami sampai di DMK sore hari. Usai menyeberangi imigrasi, dan mengambil pre-paid SIM card yang dipesan dari Klook (cukup murah, 4 GB untuk 8 hari senilai 57 ribu rupiah), kami menemui penjemput di terminal kedatangan. Kami juga menggunakan Klook untuk transportasi dari DMK menuju hostel karena relatif lebih murah dibanding naik bis.
Menggunakan bis, per-orang membayar 30 Baht (gampangnya, kurs Baht dibagi dua dikali seribu sama dengan kurs Rupiah - sekitar 15.000) untuk turun di Mo Chit atau Victory Monument. Dari sana, kami bisa menggunakan BTS ke Phrom Phong di Sukhumvit untuk jalan ke hostel dengan biaya 44 Baht per-orang. Total 296 Baht. So, untuk berempat, opsi airport transfer dari Klook yang hanya 200-an Baht (promo weekday) ini lebih ekonomis dan langsung sampai.
Jam 6 sore, kami check in di Rezt Hostel, daerah Phrom Phong di tepi Sukhumvit Road. Wilayah ini adalah kawasan penginapan turis, jadi banyak hotel-hotel ternama seperti Holiday Inn, Marriott, dan sebagainya. Hostel yang kami pilih ada di sebuah gang, belakang Holiday Inn. Kami mengambil kamar untuk berempat (quadruple) sehingga mendapatkan ruang privat.
Ini adalah pengalaman pertama bagi anak-anak untuk tidur di bunk bed masing-masing. Anak saya yang kedua, Magi (8), langsung mengambil bed atas. Hostelnya sangat resik, meski kamar mandi dan fasilitas lainnya harus sharing. Di ruang hostel yang mungil dan dinding tipis ini, kami berulang kali mengingatkan Aksara untuk tidak berisik.
Menginap di hostel berbeda dengan serviced hotel. Di sini kita mengurus sendiri kebutuhan, dan harus berempati terhadap tamu lain. Kamar mandi bergantian, makan bergantian, penggunaan fasilitas bergantian, dan sebagainya. Kira-kira pelajaran empati dan toleransi ini yang ingin kami tanamkan juga kepada anak-anak, selain kebiasaan mandiri untuk membereskan alat makan, membersihkan lantai, dan sebagainya.
Hari pertama ditutup dengan makan malam instan yang dibeli dari minimarket (convenience store) yang bertebaran di sekitar hostel. Di genre traveling ransel, anak-anak harus biasa memakan makanan instan yang dihangatkan dengan microwave (disediakan hostel), menggunakan air panas, dan sebagainya.
Percobaan pertama, untuk Aksara yang paling picky, saya membelikan mi instan dalam gelas (ala-ala pop mie). Ia menolak. Hahaha. Jadi, malam pertama, Aksara hanya makan sedikit cookies.
Oh ya, ada beberapa merk "pop mie" yang halal, dan banyak tersedia di 7/11 atau Family Mart di Thailand. Tetapi pada dasarnya kami mempermudah untuk tidak terlalu merisaukan kadar halal di makanan selain secara sadar memilih untuk menghindari daging (dan yang jelas menyebut babi). Paling sering kami membeli yang rasa seafood atau nasi goreng seafood dari minimarket.
Karena area hostel ini cukup banyak panti pijat yang memajang mbak-mbak semlohay, kami memutuskan untuk tidak keluar malam dengan anak-anak. Hari pertama diakhiri dengan bercanda dan tidur lekas agar bisa bangun pagi-pagi esoknya untuk jalan-jalan ke taman kota (Benchasiri Park) yang berjarak 300 meter-an saja.
Posting Komentar