Mosque: How to Deal With Words
Currently , saya membaca message hari ini dari Dhayan, berupa forward -an imel yang menyatakan concern karena kata "Mosque"...
https://www.helmantaofani.com/2006/09/mosque-how-to-deal-with-words.html?m=0
Currently, saya membaca message hari ini dari Dhayan, berupa forward-an imel yang menyatakan concern karena kata "Mosque" untuk me-refer masjid dalam bahasa Inggris kemungkinan berasal dari kata "Mosquito" (termaktub di buku "A Complete Idiot Guide to Islam").
Konon, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari Iberia pada masa ekspansi ke Andalusia (dan kaum Moor) menyatakan bahwa orang Moor dan muslim adalah nyamuk-nyamuk (mosquito, bahasa Inggris - dalam bahasa Spanyol juga "mosquito") yang harus diberantas. Since simbolis tempat yang menggambarkan "sarang nyamuk" itu adalah masjid, maka asosiasinya adalah ke "mosquito" tersebut dan berkembang menjadi "mosque" sampe saat ini. Si penulis imel merasa aware karena mungkin istilah tersebut bagian dari orientalisme membabi buta di abad kegelapan Eropa yang sangat membenci perbedaan budaya atas dasar agama.
Well...sebuah kata memang kadang origin-nya sangat kejam. Kata "piknik" (dari bahasa Inggris "picnic") juga actually sebuah kata yang kasar sekali, karena berasal dari frasa "pick a nigger" yang amat sangat rasialis. Menggambarkan habit bersenang-senang manusia kulit putih dengan menyiksa budak belian mereka. Tetapi kemudian makin lama maknanya akan melebur sehingga melebutkannya dan menjadi istilah yang bisa diserap dengan santai. Di bahasa Arab juga dikenal istilah "Ajami" yang refer ke "non-Arabic speakers". Origin-nya, istilah itu berarti hinaan atau umpatan yang berarti binatang (seperti kita mengatakan "anjing", "kunyuk" dan sebagainya). Tetapi kemudian melemah dan jadi konteks kata standar yang berarti "non-Arabic speakers" despite latar belakang arogansinya.
Saya juga inget dengan perdebatan tentang kata "nigger" di acara Oprah yang karena masyarakat Afro-American sendiri mulai menganggap santai, maka kandungan rasialnya mulai melemah (kecuali di wilayah yang sentimen rasialnya tinggi, seperti Amerika Serikat bagian Tengah dan Selatan). It's all about context, dan tergantung dari subjek apresiatornya juga menyikapi makna katanya.
Dan isitlah "picnic" atau "ajami" sekarang betul-betul melemah origin katanya karena sangat jamak digunakan dan tidak bermuatan negatif dari orang yang mengucapkannya saat ini. Begitu juga mungkin dengan kata "mosque", yang meski jika memang berorigin negatif, tak usah diperdebatkan karena toh sekarang kata tersebut berasosiasi standar sebagai tempat ibadah orang Islam. Masjid sendiri dalam bahasa Spanyol lama adalah "mezquita" (bukan "mosquito"), sejalan dengan istilah di belahan Eropa lain yang menyebutnya sebagai "muskey", "moschy" atau "mos'keh" sampai dengan pembakuan berupa istilah dari pengguna bahasa akar latin (Italia, Perancis dan Spanyol) yaitu "mosquee".
Tahun 1711, istilah "mosque" dibakukan di Inggris untuk menyebutkan identifikasi kata mengenai tempat ibadah umat Islam. Sementara jika menurut Oxford Dictionary, istilah "mosque" muncul dari pelafalan "masjid" oleh orang barat sebagai "mosged" (karena kesulitan mengucapkan huruf "j"), atau "musched" sehingga mengalami morfologi kata sebagai "mezquita" di Spanyol dan "mosquee" di Normandia. Adaptasi penyesuaian dengan dialek itu lumayan penting karena akan memudahkan informasi dan asosiasi seperti fungsi literasi kata.
Kata "moslem" (dibaca "maslim" dalam pengucapan latin/Indonesia) juga sebetulnya merupakan pembakuan dari kesulitan orang barat untuk menyebut "muslim" (akan dibaca "myuslaim") yang malah potensial menimbulkan gap bahasa ketika terjadi percakapan trans-lingua. Nasib "mosged" (dibaca "masjed") yang menjadi "mosque" mungkin dilandasi oleh hal yang serupa ketimbang dilandasi oleh rasa hatred yang mendalam untuk menyebut umat Islam sebagai nyamuk. Tapi, nyamuk atau bukan, yang jelas semua orang yang mengerti bahasa Inggris akan mengatakan bahwa "mosque" itu adalah tempat ibadah umat Islam, bukan serangga penghisap darah. Lagipula, banggalah dengan istilah "masjid" yang dilegitimasi sebagai kata bahasa Indonesia sebagai definisi terdekat dari arti kata dasar-nya "sujud" meski di akar rumput ada yang menyebutkannya sebagai "surau", "langgar", "mesjit" dan sebagainya.
Does it matter?
7 komentar
Kayanya riset etimologis-nya niat bennerr... ckckckk... kaga percuma Yang, tulisannya jadi bagus banget!
Mostly orang-orang hari gini emang seringkali berpikir dangkal untuk menyimpulkan sesuatu.
Keep on workin'
You're rock Lovy!
Mukas gracias Yung. Ini diangkat dari blog lama padahal...hehehe.
bisa jadi isu itu hanya buatan orang-orang yang terlalu ekstrim memandang kalo kelompoknya lebih special dibanding kelompok lain. Brangkali kita lupa tidak melihat ke diri kita dulu sebelum melihat, mengkritik, mengomentari orang lain. 'Sides...what is in a word..what matter is how we use that word..
-nads-
informatif bgt......... gw suka nih ilmunya...
Mosque memang berakar dari kata antik yang bersignifikasi, nyamuk. Tapi itu konteks abad Pertengahan di mana perang agama jauh penuh doktrin nasionalis di benua eropa/timurtengah.
kata "Barbar" dulu sekali tidak berkonotasi seperti sekarang, barbar merujuk kepada suku-suku tak dikenal di luar koloni Peradabadan Yunani/Romawi.
@Bung Gama: Berarti tetep, makna suatu kata bisa menguat, melemah, berubah fungsi dan sebagainya yak. Nice info. Dan konteks itu memang sangat penting dalam bahasa.
Kata Mosque sebenarnya sangat mungkin diambil dari bahasa Spanyol Mosquito yang artinya nyamuk, karena lebih mirip ucapannya, tahukah kita kalau mereka hanya mengakunya saja diambil dari kata Mezquita?. Dalam hati orang2 kafir itu sangat besar kebenciannya terhadap muslim (ini fakta dari al Quran apalagi setelah terjadi perang salib sampai perang dunia ke2 dimana mereka sangat berambisi menghabiskan Islam), sehingga mereka menetapkan mosque sebagai masjid yang lebih dekat dgn kata mosquito dibandingkan kata lain yang lebih dekat dengan kata mezquita semisal mesque atau yang lainnya. Wallahu ‘alam.
Posting Komentar