Good Movie?
Not so long ago, one of my bestfriend said: "...Constantine (Frank Lawrence) tuh film yang perfek banget! Ngga ada cacat-nya sama se...
https://www.helmantaofani.com/2007/08/good-movie.html
Not so long ago, one of my bestfriend said: "...Constantine (Frank Lawrence) tuh film yang perfek banget! Ngga ada cacat-nya sama sekali...". Quite shocking am I? Yup I agree kalo Constantine emang film yang entertaining. Tapi ketika kita memberikan suatu komentar apresiasi, doesn't it bit too naive to said so...Constantine adalah film dengan banyak cacat menurut gue. Especially karakter utama-nya, John Constantine, yang amat sangat terribly miscast by Keanu Reeves.
I'm a comic book fans, jadi ekpektasi gue adalah John Constantine as tough as John McClane di trilogi Die Hard, atau Tyler Durden-nya Fight Club (David Fincher). They're really bad as mothe'fucker...kata orang sono. Sementara cast Keanu sangat "kalem" dan kata temen gue cool-nya sok sok Matrix gitu...maksutnya mungkin cool yang cuek tapi ngga bandel.
Indeed gue setuju kalo blunder terbesar dari film Constantine adalah jatuhnya cast John Constantine ke tangan Keanu. Selain itu ada juga beberapa screenplay yang monoton (seperti misalnya adegan zombie-like) khas horror Hollywood beserta music score-nya. Pfuih, to me it's a far from perfect movie!
But, soal selera emang berbeda-beda. I agree. Constantine bisa dibilang menarik karena memang konflik dan dasar ceritanya udah menarik.
You know what? The worst film I've ever seen...Batman and Robin (Joel Schumacher)...itu masih enak juga ditonton karena emang dasarnya menarik. Tapi sebagai movie fans yang mencermati banyak hal dari film, Batman and Robin adalah scumbag yang even ngga layak ada di antara Batman dan Batman Returns-nya Tim Burton sebagai prekuel. Bahkan masih jauh mendingan Batman Forever-nya Joel Schumacher sebelumnya. However, daya tariknya emang ada di: "...it's Batman.."-nya. Like or dislike, sang Ksatria Kegelapan bakal narik box office.
Troy juga quit pro quo. Secara film menurut gue adalah film yang sangat jelek (despite for the set). Tapi karena temanya udah menarik, jadi whatever it might come tetep aja jadi film yang menarik untuk ditonton, tapi tidak untuk dimasukkan sebagai film yang bagus.
Film yang bagus bagi gue adalah film yang memiliki handicap untuk mewujudkan sebuah cerita yang mungkin biasa saja menjadi sesuatu yang menarik. In the Name of the Father (Jim Sheridan), Shawshank Redemption (Frank Darabont), The Godfather (Francis Ford Coppola), Lost in Translation (Sofia Coppola), Cidade de Deus (Alejandro Meirelles), Dead Man Walking (Tim Robbins) atau Mystic River (Clint Eastwood). Itu hanya beberapa contoh saja film yang menurut pendapat gue adalah film berkelas!
Tema yang mereka ambil bukan tema yang populis. Not everyone like for being an Irish, lifer or death prison, atau bahkan orang yang berpikir dirinya "just being in a wrong place and at the wrong time". Tapi secara visual film-film tersebut mampu memberikan gambaran how does it feel to be like that, melalui permainan akting, sinematografi, alur dan penceritaan yang solid. Itu adalah film yang ngga semua orang bakal mampu ngerjain-nya.
Cidade de Deus lebih dahsyat lagi, karena tema yang diangkat was EXTREMELY UNPOPULIST. Itu adalah film semi dokumenter tentang kekerasan di lingkungan kumuh sudut kota Rio de Janeiro. Masalahnya adalah sang sutradara, Meirelles, bisa membuat suatu visualisasi dahsyat gabungan antara sinematografi dan twisted plot untuk membuat penceritaan-nya ngga serboring kita dengerin Wardah Hafidz orasi. That's what I called brilliant.
Film Fight Club (Fincher) adalah film yang bagus (even menurut IMDB dan user comment-nya). Ceritanya memang sudah menarik, tetapi versi naskah-nya yang ditulis Chuck Palahniuk adalah naskah yang sarat atas filosofi-filosofi post-strukturalis yang berat dan "not visual friendly". Hebatnya, Fincher berhasail menyampaikan (at least menurut gue) tema "berat" tersebut nge-blur dalam satu jalinan cerita yang solid dan sinematografi yang mantap. Adegan memorable seperti ketika perabot Ikea dari si Narator (Edward Norton) muncul adalah refleksi dari kehebatan sinematografi untuk menyampaian pesan "consumers life" yang menjadi objek kritik film.
Atau Pulp Fiction (Quentin Tarantino) yang selalu menjadikan setiap adegan sebagai media mengeluarkan statement si sutradara (dan pembuat naskah - Tarantino himself) dalam bentuk dialog-dialog yang ekstra panjang. Who cares about McD and Burger King in France anyway?! Tapi dengan cast yang pas (John Travolta dan Samuel L. Jackson) adegan itu jadi memorable dan menjadi fitur film yang sangat berkesan. That what I considered as a challenge.
Peter Jackson menyadari bahwa he's dealin with fire ketika menangani trilogi epik saga Lord of the Rings. Indeed, he need a bloody research mulai dari awal dekade 90-an untuk mewujudkan film hampir 10 tahun kemudian! It's a heavyweight composure dan terbayar dengan visualisasi brilian yang memberikan gambaran terpatri tentang Middle Earth Creature-nya Tolkien. Sama yang dilakukan Ridley Scott dalam Blade Runner tentang visi masa depan. They deal with a good script but they didn't ever think to spoil it.
Dance With Wolves (Kevin Costner) juga membutuhkan riset untuk hadir dengan Siouxense speech-nya, just like the Elven language on Jackson's trilogy.
It's not easy untuk membuat satu film yang bagus meski kita sudah mempunyai bekal cerita yang bagus. Take a look at the Alamo, Alexander atau Hulk. Siapa yang mendebat bahwa saga benteng di Texas, ksatria penakluk dunia dan ikon komik Marvel itu adalah cerita yang bagus? But they didn't manage to visualize it well!
Anyway, I'm enjoying Constantine...dan relatif ketika dibilang itu adalah film yang bagus. I agree! It's a good adaptation from comic book to movie. Dan indeed selera orang memang berbeda. Tapi ketika dibilang Constantine it's a perfect movie?
Well, gue cuman takut film-film grand kaya yang banyak gue sebut di atas ngga ada lagi. Film yang butuh pengorbanan ekstra untuk mewujudkannya dan disukai banyak orang. Film yang dibuat for the sake of art dan duit bukan segalanya.
Gue sangat yakin bayaran dan keuntungan trilogi Lord of the Rings ngga bisa nge-cover semua proses mulai dari riset di awal 90-an sampai video release-nya. Tapi at least Peter Jackson udah bisa senyum lega karena dia menghasilkan mastrepiece yang bakal jadi ikon film di awal milenia. Seperti halnya George Lucas dengan Star Wars-nya. I'm pretty sure it will!
Posting Komentar