Walking Off the Past
- Sudut kota tua "terbuang" di bilangan Jembatan Merah, Surabaya - Seorang rekan saya sempat beropini bahwa bangsa kita "ahis...
https://www.helmantaofani.com/2008/02/walking-off-past.html
Seorang rekan saya sempat beropini bahwa bangsa kita "ahistoris". Dasarnya adalah, begitu mudah kita membuang identitas faktual masa lalu kita untuk kilau-kilau di kejauhan yang belum jelas apakah itu emas atau beling. Semuanya atas nama "kemajuan".
Ada benarnya juga, paling tidak jika kita melihat nasib bangunan-bangunan tua di banyak kota besar. Satu demi satu rubuh tergilas dan digantikan dengan bangunan baru sebagai jawaban modernisme. Atau jika tidak, bangunan-bangunan itu akan ditinggalkan jika memang tidak boleh dirubuhkan, dan membuka "lahan" baru di daerah lain. Itu sama saja dengan membunuh. Bangunan tanpa penghuni dan fungsi hanya menjadi objek penderita di belahan kota, sama dengan pedagang kaki lima yang setiap saat harus rela disingkirkan hajat hidupnya, meski tidak sampai dilenyapkan.
Di sudut-sudut kota yang menyimpan sejarah masa lalu, saat ini biasanya merupakan daerah kumuh. Tingkat okupansi rendah dan lemahnya daya tarik ekonomis membuat kawasan tersebut ditinggalkan. Manusia mulai menyingkir, sementara makhluk marjinal mulai memasuki daerah itu (termasuk yang tidak terlihat manusia). Siapa yang mau hidup di daerah yang membutuhkan perawatan mahal, sementara asetnya tidak bisa menghidupi?
Sayang memang. Sementara di belahan dunia lain, sejarah justru menjadi aset jualan yang sangat berarti. Bangunan lama justru ber-aset besar karena memiliki potensi "cerita" yang bisa dijual. Hotel-hotel terkemuka di Roma biasanya dibangun di atas situs atau gedung bersejarah. Koridor fashion terkenal di Milan dibangun pada sebuah galeri kuno. Sebuah istana di Skotlandia menjadi venue terkenal untuk konser-konser band papan atas. Mereka sangat menghargai konektivitas dan kesinambungan masa lalu dengan masa yang sekarang mereka tapak.
Andai saja, pemerintah kota tidak hanya mengeluarkan suaka untuk mencegah penghancuran, tetapi juga mampu merevitalisasinya. Alih-alih terus menerus menggerus lahan baru, tetapi mewajibkan pelaku usaha untuk mengisi daerah yang kosong tersebut. Jika saja semua kios di mall-mall membuka usaha mereka memanfaatkan bangunan-bangunan tua yang kini ditinggalkan. Misalnya pengembang mendirikan koridor usaha dengan memberi kesempatan kedua ke bangunan tua, ketimbang membuka "citywalk-citywalk" palsu.
Kenyataannya, sejarah di negeri ini memang hanya dipandang sebagai fragmen dari masa yang telah lewat. Bangunan tua, sebagai bagian artefak kehidupan masa lampau hanyalah sepotong kecil dari objek penderita yang secara nyata diabaikan masyarakat kita. Belum lagi makrokosmos-nya, sejarah itu sendiri, yang mungkin memang sering diselewengkan untuk mencapai tujuan praktis. Rangkaian seminar dan simposium hanya menjadi wacana yang membentur dinding realita.
Sejarah tidak ada kaitannya dengan "tidak maju". Menengok ke belakang bukan berarti sebuah langkah mundur. Tetapi merupakan sebuah lentera yang memendarkan jalan bagi kita untuk melangkah.
Jadi, semuanya muncul hanya karena perbedaan cara pandang dalam melihat sejarah...
See also: Surabaya Lama
5 komentar
jarang banget bangunan tua yang terawat di Indonesia.
Setuju sih mustinya bisa dipertahankan, balik lagi ke banyak faktor pendukungnya dari masayarakatnya juga kudu dibuat sadar dulu sama potensi bangunan tua bersejarah
Wuih fotonya keren euy..
yah, itulah nasib Indonesia..
bangunan tuanya selalu tinggal nunggu waktu sebelum digusur setelah sebelumnya secara biadab dibiarkan terlantar...
kelak, anak-cucu kita hanya akan menyaksikan peninggalan-peninggalan bersejarah nenek moyangnya lewat format JPG atau GIF, syukur2 kalo ada videonya..
@Ipul:
Yah at least dari sekarang mulai mendokumentasi deh. Jadi versi JPEG-nya bisa diliat anak cucu...hehehehe.
suka ama foto nya, keren! :D
Posting Komentar