Into the Wild: Between Book and Movie
Mungkin ini topik ketiga atau keempat mengenai "Into the Wild" dalam blog saya. Film produksi 2007 itu memang saya nantikan seja...
https://www.helmantaofani.com/2008/09/into-wild-between-book-and-movie.html
Mungkin ini topik ketiga atau keempat mengenai "Into the Wild" dalam blog saya. Film produksi 2007 itu memang saya nantikan sejak hari pertama muncul trailer, sekitar Juli tahun lalu. Dijadwalkan rilis September, film debut sutradara Sean Penn itu baru masuk ke Indonesia ketika "dibawa" oleh JIFFest, akhir tahun 2007. Sampai hampir setahun berselang, tak ada tanda-tanda film itu bakal ditayangkan di jaringan bioskop mainstream. Malah versi buku "Into the Wild" yang ditulis Jon Krakauer saya temukan lebih dulu bulan lalu. Sekitar sebulan lalu, saya lihat versi VCD lokalnya sudah rilis dan terpajang di jaringan penjualan CD/VCD/DVD terkenal. Akhirnya...
Di bukunya, Krakauer membangun narasi cerita secara deduktif, namun membuat pengambilan kesimpulan secara induktif. Kisah-kisah seperti hubungan McCandless dengan keluarganya, Wayne Westerberg, Ron Franz dan sebagainya adalah penggambaran mengenai jiwa dan arti McCandless. Sementara literatur yang dibacanya merupakan "landasan teori" bagi aksi nekadnya bertahan di Alaska. Plus kisah-kisah komparatif dari beberapa sosok yang mempunya karakteristik jiwa maupun motivasi yang sama dengan McCandless. Novel Krakauer adalah novel investigatif ilmiah, bukan sebuah pembangun karakter dramatis. Karena memang dari awal dibuat sebagai artikel untuk majalah non fiksi.
Sementara di film, Sean Penn mengadaptasinya menjadi cerita dramatis. Ada perbedaan perspektif dalam menempatkan McCandless. Krakauer memandang McCandless dari kacamata orang ketiga. Sementara di film, lakonnya adalah McCandless. Pertanyaannya, mengapa Penn masih mempertahankan narasi-narasi (saya anggap sebagai pandangan pihak ketiga), terutama dari Carine McCandless?
Mungkin karena harus meminta ijin pembuatan film ini kepada keluarga McCandless, membuat Penn merasa terobligasi menyertakan perspektif anggota keluarga dalam film. Sayangnya, chemistry yang ditampilkan di dalam film antara Chris dengan keluarganya juga terlalu tandas. Saya tidak menemukan ikatan emosional yang kuat dari keluarga McCandless (untuk sekelas Marcia Gray-Harden?) sebagai pihak yang kehilangan. Posisi dalam narasi film menjadi lemah.
Perbedaan lain antara versi buku dan film adalah mengenai hubungan Chris McCandless dengan Wayne Westerberg serta Ron Franz. Hubungan mereka (menurut buku) mengindikasikan bahwa Chris menemukan sosok keluarga pada Wayne (dia banyak mengaku sebagai Alexander Supertramp dari South Dakota), dan Ron menemukan keluarga terhadap Chris. Itu sekali lagi merupakan bukti penyusunan deduktif, di mana testimoni pihak ketiga adalah konstruktor cerita. Di film, porsi itu terbabat. Jika saya tidak membaca buku, dan tidak tahu bahwa McCandless adalah sosok nyata, maka saya akan mempertanyakan untuk apa ada scene Dakota Selatan (Wayne) dan Salton Sea (Ron). Kedua scene itu hanya seperti digambarkan sebagai "persinggahan sementara" lain dari Chris.
Sean Penn mengalihkan fokus kepada hubungan Chris dengan pasangan hippie. Di buku, pasangan ini tidak berhubungan terlalu dalam dengan McCandless, kecuali mereka adalah sumber testimoni (terutama dari Jan Burres) tentang sikap McCandless yang bisa lekas membaur (untuk menegaskan karakter sosial Chris). Tapi Penn mungkin butuh bumbu dramatis mengenai role McCandless yang mempunyai konteks makna di hidup orang-orang. Bisa disimak di scene ketika Tracy (Kristen Stewart), yang suka dengan Chris, dan Jan ketika hendak ditinggal McCandless Salton Sea (sebelum ke Alaska). Di buku tidak banyak diulas mengenai kemistri antara Chris dan orang-orang di perkampungan trailer. Pasangan Jan dan Randall, Tracy serta Ron Franz (dengan dialog yang menyatakan jika dirinya ingn mengangkat Chris sebagai anak/cucu adopsi) dibutuhkan sebagai karakter yang menggambarkan bahwa Chris berarti bagi orang lain, yang dia sendiri tak sadar (sampai saat-saat jelang kematiannya).
Meski demikian, secara konten, mungkin hanya scene di perkampungan hippie tersebut, "pemberontakan" Penn terhadap naskah Jon Krakauer dari bukunya. Selebihnya adalah cerita yang hampir sama dengan bukunya. Terlalu patuh ke buku malah, seolah semua jalan hidup Chris selama pengembaraannya harus digambarkan. Beberapa, menurut saya, lebih baik dibabat untuk mengembangkan hal lain (di luar buku) yang mungkin lebih esensial dari sisi naratif film. Contohnya adalah tautan Chris dan Tracy, yang entah kenapa menjadi elemen kejutan paling bagus bagi saya di film ini. Selebihnya, memang tidak ada kejutan besar bagi saya. Bahkan kojo "Happines Only Real When Shared" dari McCandless sudah tak lagi membuat getar. Ketika menonton, yang muncul hanyalah perbandingan demi perbandingan antara versi buku dan film, disamping menunggu lagu-lagu Eddie Vedder masuk ke dalam film.
Overall, secara film, "Into the Wild" masih mampu menjadi film yang kontemplatif. Terutama bagi yang asing dengan kisah McCandless sebelumnya. Emile Hirsch pas memerankan sosok Chris McCandless. Satu hal yang cukup mengganggu hanyalah tampilan grafis-titel yang "jadul" dan kurang pas dengan latar gambarnya. Baik itu dari titel film, atau tulisan-tulisan McCandless yang ditampilkan superimposed dengan gambar. Pilihan warna dan tipografinya kurang konteks dengan keindahan alam Fairbanks, Alaska dengan "magic bus"-nya. Malah cenderung mengganggu.
Nevertheless, yah...akhirnya saya menonton filmnya juga.
17 komentar
Wah akhirnya nonton juga. Aku malah belum baca neh. Belum nemu di gramed.
Memang sih, dugaanku banyak tokoh yang porsinya dilebihkan, untuk sengaja mendramatisir cerita. Tapi overall sangat kompelatif. Bergetar saat kesadaran dia tentang arti "Happiness is only real when its shared". Jika udah baca mungkin memang beda rasanya.
Nyari bukunya ah...
wahh aku blon nonton, dah lama penasaran sama film ini.. secara di Temanggung dvd rentalnya masih dikit koleksinya, jd masih harus bersabar
dvdnya (versi gLodok dong) udah Lama numpuk di rak, bLom sempet ketonton...
wahh seru neh kyknya , masuk ke list yg hrs ditonton bln depan :D
kayaknya, jadwal untuk pergi ke toko VCD perlu di agendakan lagi nih.. ^_^
Filmnya udah nonton,
sekarang kayaknya tertarik pengen baca bukunya...
kira2 bisa dapat di mana ya..?
@Basuki: Sebetulnya ngga dilebihkan untuk mendramatisir sih, tapi eksekusi penceritaan yang require such action. Seperti yang gue bilang, ada beda teknik penceritaan antara buku dan film.
@Tanti, Perempuan dan Don Lenon: Yip, recommended kok.
@Ifa: Wah dari Temanggung ya? Hehehe, nanti kalo mudik gw bawa deh.
@Ipul: Kalo ngga dapet-dapet, tar gw pinjemin aja bos. Gimana?
gw sih lebih suka filmnya daripada bukunya...hohoho
saya belum baca bukunya sih, nonton filmnya juga belum lama..
hehe, mau ikut nimbrung betapa susahnya buat nonton film ini..
pas diputer di Jiffest saya ga berhasil dapet tiketnya. ga tau emang peminatnya membludak atau emang saya telat cari tiketnya. nyari disana sini ludes semua...
suka banget di film ini banyak quote yang sangat inspiring. ma fave : it is in life not necessarily to be strong... but to feel strong.
Yang jadi pemerannya ceweknya mirip Cinta Laura
kalo aku lumayan terhanyut ma film ini, meskipun sempat bosan di beberapa alur.
@Tamboel: Itu udah diborong sama anak-anak Pearl Jam ID kali yak. :D
anda berkata bahwa perkataan (happiness only real when shared )tidak lagi menggetarkan anda bahwa mungkin anda terlalu banyak berkomentar mencari kesalahan dalam film itu atau mungkin anda kurang dan tidak menyukai film INTO THE WILD ITU ?!
kenapa anda tidak coba menikmati dan memahami makna yang tersirat dari film tersebut tanpa perlu berkomentar
Tulisan ini memang dimaksudkan sebagai komparasi antara buku dan filmnya. Jadi memang diniatkan untuk "mencari-cari".
Posting Komentar