Bermain Pasir di Stockton Beach - Sydney Travelogue Pt. 10
Mungkin saya telah menemukan (satu lagi) jawaban dari pertanyaan apung di catatan keenam tentang Bondi dulu. Mengapa warga Australia malah...
https://www.helmantaofani.com/2010/03/bermain-pasir-di-stockton-beach-sydney.html
Mungkin saya telah menemukan (satu lagi) jawaban dari pertanyaan apung di catatan keenam tentang Bondi dulu. Mengapa warga Australia malah memadati Bali, bila faktanya mereka adalah penduduk pesisir?
Sedikit berbalik ke kondisi Australia, semenjak "ditemukan" oleh orang Eropa, perkembangan permukiman warga Australia memang tak jauh-jauh dari pesisir. Mereka bahkan langsung mengkategorikan benua menjadi tiga layer, berupa daerah urban, rural dan outback. Nama terakhir ini sebutan untuk dataran gersang yang menjadi ciri 2/3 kontinen. Nyaris semua kehidupan urban berada di pesisir, dari Darwin dan Cairns di utara, sampai ke Melbourne dan Perth di selatan. Jadi, mestinya mereka akrab dengan kehidupan marina. Dan makin menambah beban pertanyaan lagi, mengapa mereka masih berburu pantai ke jiran?
Bila iklim menjadi salah satu asumsi yang saya buat di catatan tentang Bondi, maka kunjungan ke pantai Birubi ini adalah fakta lain. Birubi adalah pantai wisata, yang berbeda karakter dengan Bondi. Bondi adalah pelarian kaum urban, mengingat kedekatannya dengan kehidupan metropolitan. Sementara Birubi adalah sampel dari pantai yang secara alamai menjadi destinasi. Ini seperti membayangkan Parangtritis yang hip di Jogja dengan ragam pantai di Wonosari.
Sebagai pantai alami, Birubi - menurut pendapat saya - cenderung biasa saja. Kondisi geologis karang yang membujur di pesisir timur Australia membuat model pantainya sama semua. Yakni di antara bebatuan karang, bila ada sedikit pasir dan dataran yang lumayan luas, maka itu memenuhi kriteria sebagai sebuah pantai wisata. Itu juga yang terjadi dengan Birubi, selain daya tarik banyaknya Pipi, moluska yang banyak terdapat di daerah itu - yang dulunya banyak diburu, dan sekarang dilindungi. Jadi kondisi pantai alami di negeri kita memang relatif lebih unggul.
Oh, bila saya bicara mengenai "sedikit pasir", itu tak berlaku untuk Birubi yang bersebelahan dengan Stockton Beach, pantai panjang yang membentang 32 kilometer dari Birubi di Anna Bay sampai mendekati kota Newcastle. Bentangan yang penuh dengan pasir, membuatnya seperti padang pasir yang sangat luas! Bila Anda pernah berkunjung ke Parang Kusumo, pantai di Jogjakarta, maka kondisinya hampir sama, tentu saja jauh lebih bersih.
Stockton Beach penuh dengan raham kontur yang membentuk gunung-gunung pasir, seperti Sahara, sehingga penduduk lokal menyebutnya gundukan pasir, alias sand dune. Bila di Parang Kusumo itu menjadi spot favorit untuk berpura-pura di Arab (saya pernah latihan manasik haji ketika kecil di sana), maka sand dune di Stockton Beach juga digunakan untuk wisata. Terdapat berbagai moda untuk menelusuri panjang pantai ini. Yang paling populer adalah kendaraan 4WD yang akan mengantar kita ke beberapa objek di sepanjang pesisir Stockton Beach. Alternatif lain, kita bisa menunggang kuda atau unta bila ingin sedikit merasakan sensasi kaum badui.
Wisata sand dune yang kami ambil adalah seluncur pasir. Mirip dengan snowboarding, hanya saja ini di atas pasir. Meluncur dari gundukan menggunung yang bisa kami pilih (dari ketinggian sekitar 12 meter sampai 40 meter!), yang berbanding lurus dengan seberapa lama adrenalin dipompa. Untuk menuju ke gundukan spot sandboarding, mobil 4WD siap mengantar dari pantai Birubi memasuki belantara pasir. Di padang pasir ini banyak sekali piramida beton dengan tinggi sekitar 80 senti dipasang menyusuri pesisir Stockton Beach. Mulanya saya berpikir ini adalah petunjuk alur bagi mobil 4WD supaya tak tersesat. Ternyata itu bukan hanya piramid beton biasa, namun mempunyai nilai historis.
Piramida beton yang dipasang di pesisir Stockton Beach tersebut adalah barikade yang dipasang tentara Australia sebagai "anti-tank" dalam perang dunia kedua. Stockton Beach adalah incaran pendaratan tentara Jepang, karena memiliki garis pantai yang panjang (sehingga lebih aman untuk pendaratan massal), di samping fakta lokasi strategis Port Stephens seperti yang saya tulis di catatan sebelum ini. Untuk itulah barikade piramida beton itu dipasang untuk menahan laju tank negeri matahari terbit. Namun, Jepang tidak pernah sempat mendarat di Stockton Beach, dan baru sempat "mencicipi" bagian utara Australia ketika perang usai. Sekarang, piramida historis itu masih berdiri sebagai memori. Dan untuk hal ini, saya pikir Australia memang rajin merawat benda-benda sejarah mereka.
Anyway, setelah sampai di gundukan pasir pertama maka kesenangan dimulai! Dengan sedikit instruksi, peserta sandboarding sudah bisa meluncur. Bila memilih dune yang tinggi, maka disarankan meluncur dengan posisi duduk. Bila relatif rendah dan ingin mencoba ala peseluncur profesional (dengan berdiri) boleh-boleh saja. Tergantung nyali masing-masing karena memang relatif tidak terlampau bahaya dengan pasir yang betul-betul lembut (dan sangat kecil sampai tak terasa bila kita "ngemil" pasir dalam jumlah banyak). Memilih tebing yang tinggi memang asyik, tapi konsekuensinya kita harus mendaki yang lumayan melelahkan untuk kembali ke atas (dengan memutar supaya tidak merusak kontur gundukan).
Satu-dua luncur saya pikir cukup untuk pengalaman baru ini. Saya lebih suka melihat hamparan pasir yang meluas ini sambil menatap Samudera Pasifik di kejauhan sambil membayangkan antisipasi invasi tentara Jepang di masa lampau. Sebagai benua yang mengandalkan pesisir, Australia punya tugas berat untuk mengawasi garis pantainya. Di masa kini, pekerjaan itu juga berarti mengawasi dari penjahat-penjahat lingkungan yang siap mencemar atau merampas spesies-spesies makhluk hidup. Manusia yang datang di benua ini sekarang punya tanggung jawab untuk menjadi garda ekosistem. Dan saya pikir ini cukup menarik untuk dilihat sebagai salah satu pencapaian Australia, yang saya buktikan antaranya di perjalanan lanjutan menelusuri Port Stephens.
Posting Komentar