Duabelas Blok Jalan Kaki (2) - Sydney Travelogue Pt. 18
Intermezzo ( Strolling Market St dan Pitt St Mall) We've been here before. Kamis (4/3) lalu jalanan ini sudah kami susuri dengan l...
https://www.helmantaofani.com/2010/05/duabelas-blok-jalan-kaki-2-sydney.html?m=0
Intermezzo (Strolling Market St dan Pitt St Mall)
We've been here before. Kamis (4/3) lalu jalanan ini sudah kami susuri dengan limit waktu yang mendesak. Market St dipenuhi dengan departement store besar macam Myer dan David Jones.
Sayangnya hari ini sepi, beberapa karyawan tengah gegas keluar dari toko usai kerja. Termasuk juga Pitt St Mall, yang Kamis lalu sangat ramai dengan ragam atraksi, sekarang sayangnya sepi. Mall di sini bukan mall indoor, tapi jalanan khusus pedestrian dengan kiri dan kanan adalah toko-toko. Yang hebat, Pitt St Mall ini memotong jalan raya Pitt St jadi dua bagian, dengan satu blok didedikasikan untuk pedestrian mall. Di sini paling jika ada car free day baru semarak. Anyway, rombongan orang berkostum Eropa Timur makin menyemut di depan sebuah gedung. Ternyata itu adalah gedung State Theatre yang saat itu tengah memutar pertunjukan Sound of Music. Oh, rupanya itu konteks kostum Eropa-nya.
Blok VI (Market St - Park St)
The majesty QVB! Queen Victoria Building, bangunan dari abad kedelapanbelas yang direstorasi menjadi mal indoor untuk ragam butik mewah. QVB memiliki underpass akses dari Myer di seberang jalan (bersilangan). Eksteriornya memang wah dan vintage, sehingga literally menyedot atensi ke seberang, seraya meninggalkan rangkaian atraksi di sisi kami jalan.
Blok VII (Park St - Bathusrt St)
Belum lepas decak kagum ke QVB, di seberang satu lagi bangunan majestik muncul dalam wujud Sydney Town Hall. Sebelahnya adalah alun-alun dan gereja. Memisahkan kami di sisi lain adalah jalan raya dua jalur yang baru dimulai di blok ini. Ini waktu saya mengutuk absennya batere dan memori, plus tripod lantaran hari menggelap. Town Hall ini sangat indah, dan aura sebagai balai warga makin kuat menyusul dengan upaya restorasi yang melibatkan warga sekitar dengan menahbiskan April sebagai hari kunjung Balai Kota. Itu sebabnya di sekitar Town Hall sangat ramai dengan kerumunan orang, di samping ruang publik di Australia memang berfungsi optimal.
Mampir ke Woolworth, di seberang Town Hall, untuk belanja oleh-oleh dan perlengkapan packing sebelum esok bertolak. Beberapa kacang makadamia dan marshmallow masuk ke kantong, dan ini jadi tips yang menarik bagi para traveler untuk berbelanja oleh-oleh. Harga di chain/retailer store ini jauh lebih murah daripada membeli di toko suvenir. Jauh di sini kita berbicara dalam rentang 2-4 AUD.
Blok VIII (Bathustr St - Liverpool St)
Overall, blok ini adalah bloknya bioskop, dengan sinepleks (literally kompleks bioskop) di seberang berderet, tengah memainkan Alice in Wonderland dan film lain. Sisi kami jalan penuh dengan pub, klab dan resto yang mulai semarak dengan warga kota seiring dengan malam yang mulai tiba.
Blok IX (Liverpool St - Goulburn St)
Ini adalah bloknya World Square. Satu lagi pusat perbelanjaan dalam skala gigantis, yang didalamnya ada Kinokuniya terbesar di dunia. Cukup menarik, tapi mengingat atmosfer yang menyepi, rasanya masuk ke dalamnya bakal berujung ke banyak kekecewaan. Jadi kita skip sajalah, karena Gina juga mulai mengajukan usul untuk berhenti berjalan. Saya setuju asal Gina masih mau menemani ke seberang jalan, melihat kios exchange buku dan CD. Well, sangat banyak DVD, buku dan CD seken di sini, tapi harganya masih relatif tinggi. Satu CD seken dibanderol sekitar 12-16 AUD atau seratus ribu lebih. Ini masih lebih mahal daripada harga CD/DVD baru di Indonesia!
Blok X (Goulburn St - Hay St)
Ajaib! Gina ternyata malah urung naik taksi. Salah satu alasannya, kita sekali lagi berada di distrik yang familiar, yakni di kawasan pecinan. Hari sebelumnya kami berjalan kaki dari sebuah restoran Cina di balik George St ini ke hotel, dan tidak ada masalah dengan jarak tempuhnya. Speaking of pecinan, pemandangan imigran oriental juga mulai banyak di area ini. Toko-toko juga mulai ajaib, dari adult shop sampai toko obat kuat.
Blok XI (Hay St - George St Junction)
Masih didominasi oleh toko-toko ajaib. Salah satunya adalah toko senjata lawas, antaranya menjual kapak perang, samurai, dan sebagainya. Beberapa toko di blok ini malah masih buka, mungkin karena pengaruh kultur imigran yang lebih "livid" kala malam. Convinience store dan jasa buking travel juga mulai berjamuran, termasuk presensi beberapa hostel dan budget hotel. Selain sentra imigran, daerah ini juga dekat dengan stasiun sentral Sydney yang menhubungkan ke penjuru kota. Jadi memang masuk akal aktivitasnya.
Blok XII (George St Junction - Regent St)
Destinasi akhir, selepas persimpangan besar yang memupus George St ke Broadway (ekstensi George St) sekaligus percabangan dengan Pitt St dan Lee St. Nama jalan terakhir adalah tempat mukim stasiun sentral Sydney, pusat dari jaringan transportasi kereta dalam dan luar kota. Di depan Central Station (melintasi Lee St) adalah hotel kami menginap, Mercure on George. Seberang Mercure (menyeberangi Broadway) merupakan deretan "warung" yang kami pilih untuk mengakhiri destinasi sebelum balik ke hotel. Safe bet ke KFC, dilayani oleh pramusaji India yang bahasa Inggrisnya sangat tidak jelas. Warna imigran memang sangat kental di daerah ini. Satpam KFC yang kelihatan seperti keturunan India atau Arab berulangkali terlibat perselisihan dengan warga lokal kaukasia. Wah, isu ras lumayan sensitif juga di sini.
Akhir dari perjuangan duabelas blok. Membersihkan diri dan packing untuk esok hari menuju ke Jakarta. Menjelajahi George St, yang meski mengecewakan karena bukan di jam puncaknya, memberi perspektif baru mengenai wawasan perkotaan di luar Indonesia. Pengalaman kami menyentuh vibrasi kota ini langsung dengan kaki dan tangan memberi skala manusiawi yang jarang bisa terasa di Indonesia. Di Sydney, presensi kami yang meski cuma secuplik ini tetap terasa menjadi bagian dari kehidupan kota terbesar di Australia.
Buat kami, ini adalah privilese...
Foto: Wikimedia
Posting Komentar