Catatan Pearl Jam Nite V: Perjudian Berbuah Manis
Sedikit (mengungkit) cerita di balik layar... Jauh sebelum penyelenggaraan Pearl Jam Nite (PJN) V yang berakhir dinihari tadi (6/6), panitia...
https://www.helmantaofani.com/2010/06/catatan-pearl-jam-nite-v-perjudian.html?m=0
Sedikit (mengungkit) cerita di balik layar...
Jauh sebelum penyelenggaraan Pearl Jam Nite (PJN) V yang berakhir dinihari tadi (6/6), panitia sempat terlibat diskusi internal yang cukup krusial. Adalah apakah penyelenggaraan kali ini akan memakai "headliners" berupa bintang tamu musisi terkenal? Bila sedikit menengok balik, penyelenggaraan PJN adalah star-studded show, karena banyak menampilkan bintang tamu yang sudah populer.
Lalu yang muncul diputusan adalah kali ini PJN maju tanpa bintang tamu populer yang sudah identik dengan penyelenggaraan PJN. Dankie, gitaris Navicula, menjadi satu-satunya proyek tamu selain 4 band yang akan mengisi, Mirrorball, Bittertone, SiLENTiUM dan Perfect Ten. Pertaruhan kemudian muncul. Apa yang akan membuat publik, khususnya di luar komunitas PJ.Id, menengok ke hajatan ini?
Spekulasi dan Standar
Pertimbangan yang muncul adalah, PJN kali ini sudah sarat konsep. Isu lingkungan yang diambil menjadi jualan utama. Sementara masalah performers, panitia coba mengambil band yang bisa memberi dimensi dalam acara. Lalu dipilih Bittertone dan Perfect Ten sebagai garda standar. Mereka adalah band yang dipercaya bisa menjaga agar event ini tidak "lari" dari ke-Pearl Jam-annya. Kemudian sebagai dimensi penyeimbang adalah Mirrorball (band project yang dibentuk khusus untuk event ini), SiLENTiUM dan Dankie Navicula. Menjadi penyeimbang karena sebetulnya panitia sedikit berjudi seperti apa penampilan mereka.
Tak mudah membuat sebuah band dalam waktu singkat dan langsung memenuhi ekspektasi tinggi. Itu adalah handicap Mirrorball. Lalu konsep dan referensi yang meluas dari SiLENTiUM dan Dankie tentu juga membuat outputnya nanti tak terbayangkan. Itu adalah tantangan yang diambil panitia kala menentukan line up pengisi acara. Keempatnya debutan di Pearl Jam Nite, tapi sama sekali tidak nihil pengalaman. Bagaimanapun, panitia masih bertanggung jawab terhadap kepuasan para pembayar tiket dengan nominal setara BBM 17 liter tersebut.
Palu diketuk, dan acara jalan menampilkan line up di atas.
Tanggal lima di bulan keenam, jam delapan limabelas malam ,pertaruhan panitia dimulai. Mirrorball membuka dengan intro lagu The Who yang sempat menjadi pengiring Pearl Jam masuk ke arena di tahun 2000, Baba O'Riley. Sejumlah lagu diantar oleh band yang beranggotakan Ridha, Reza, Arief, Yosa dan Diyan ini. Di luar ekspektasi, mereka sangat sukses membuka acara ketika semangat kelima insan ini menular ke audiens yang terpancing maju ke depan moshpit. Tak tampak bahwa ini seperti project dadakan, karena Mirrorball meluncur deras dari awal sampai usai, termasuk di antaranya "Do the Evolution" yang sangat gagah karena menggamit koneksi dengan audiens yang bersembahyang ucap "hallelujah" bersama-sama.
Sukses besar dipetik dari hasil Mirrorball.
Bittertone tampil berikut, mengandalkan formasi yang baru saja menelurkan EP. Seperti yang saya tulis di atas, band ini merupakan safe bet panitia, karena diyakini bisa menjaga standar performa mereka sesuai dengan ekspektasi. Dan mereka sangat rapi membawakan sejumlah lagu, termasuk beberapa di antaranya rarities yang bahkan untuk katalog Pearl Jam sendiri. Simaklah statistik di website Pearl Jam, berapa kali Green Disease, Brother dan Habit dibawa konser?! Bittertone jelas berhasil menjaga aras musik Pearl Jam. Namun standar juga bukan kredo bagi Sutan dkk. Rekaman versi Bittertone untuk lagu Alone wajib disimak di YouTube kala videonya nanti mulai muncul. Bagi audiens yang mungkin masih terkooptasi stigma Pearl Jam adalah Ten dan Versus, saya yakin penampilan Bittertone sedikit memperlebar referensi mereka untuk mulai menyimak Riot Act dan No Code.
Rendisi
No Code pula yang menjadi pembuka jalan bagi rendisi SiLENTiUM untuk lagu-lagu Pearl Jam dalam versi mereka. Saya telah mendengar minialbum SiLENTiUM yang belum lama rilis, dan berpendapat bahwa mereka adalah barisan trubador pencerita. Warna folk, balada dan lirik konseptual menjadi ciri umum yang bisa ditarik dari EP Post Scriptum. Bagi saya, itu adalah benang merah dengan album keempat Pearl Jam, No Code. Oleh karena itu, simaklah balada yang dibawa trubador ini kala bercerita tentang alienasi dan pencapaian lewat lagu "In My Tree" dengan kelima personilnya bersemangat menghibur jemaatnya. 4 lagu lain dari No Code dibawakan ditambah dengan dua bonus balada "Garden" dan "Of the Girl". Bila menyandingkan lirik kritis yang ditulis Salman Aristo di album SiLENTiUM, maka saya sudah sangat menduga bahwa baris ini pasti muncul: "I don't question our existence. I just question, our modern needs."
Perjudian kedua, masih berbuah sangat manis.
Perjudian akhir adalah naiknya Dankie Navicula ke atas pentas. Sebagai bagian dari entitas Navicula, saya lebih sering melihat Robi, vokalis, menyuarakan aspirasinya tentang Pearl Jam. Di luar Navicula, Dankie adalah musisi yang produktif dengan beberapa side projects termasuk Dialog Dini Hari yang mulai melebar dari alur yang ditempuh Pearl Jam, bahkan Navicula. Hingga, ketika yang muncul dalam lineup adalah sang gitaris, maka rendisi yang berbeda bisa diharapkan muncul.
Proyek Dankie ini didukung oleh Nito, mantan gitaris ALV, Amar (Besok Bubar) yang membetot bas dan Irsya (Retina) di balik perangkat drum. Mereka adalah musisi-musisi yang berpengalaman, sehingga pasti bisa mengiringi intepretasi Dankie atas lagu-lagu Pearl Jam. Duo vokal Perfect Ten, Hasley dan Deddy juga maju membawa vokal ke audiens.
Nuansa psikadelia dan blues muncul kala Dankie memulai dengan versinya untuk mengantar ke Red Mosquito. Intro yang panjang sebelum masuk ke verse pertama mungkin adalah adisional alam ketiga yang meningkahi genjotan blues Mike McCready di versi asli. Crazy Mary muncul berikut (meski saya sebetulnya mengharapkan ada "duel" antara Nito dan Dankie di akhir lagu seperti ritual duel Boom Gaspar dan McCready), sebelum akhirnya Dankie memutuskan untuk mengambil sendiri tugas vokal di lagu Man of the Hour dan Indifference. Semua dibawakan dengan sangat khusyuk, yang menular ke musisi pengiring, sehingga saya malah merasa seperti menonton konser Mad Season, dibanding Pearl Jam - in a good way. Lagu-lagu yang direndisi ulang ini menambah sakralnya tema yang disuarakan, terutama tentang dua lagu terakhir.
Perjudian akhir, berlangsung sangat sukses. Ketiga performers "antah-berantah" dalam sisi ke-Pearl Jam-an ini bisa menyampaikan surat cinta para penggemar dalam bahasa lain yang tak terpikir sebelumnya, dari dimensi yang tak diduga. Mereka tampil sebagai diri mereka sendiri, dan menjadikan band mereka sebagai mediator bagi fans dan musik Pearl Jam. Ini tentu ekses yang beda bila memakai bintang populer yang diriwayat sebelumnya cenderung lebih sering berfungsi sebagai pelengkap saja.
Perfect Bands
Khittah dikembalikan oleh Perfect Ten. Catatan pengantar tentang band ini yang ditulis oleh panitia menyebut bahwa bila ACCA DACCA didaulat sebagai band cover AC/DC terbaik, maka Perfect Ten adalah jawaban dari sisi Pearl Jam. Anda pernah menonton penampilan band cover Pearl Jam (yang konon) terbaik di negeri Paman Sam? Band yang bernama Ten tersebut memang bagus, namun riwayat panggungnya 90% hanya menyentuh 3 album awal.
Di sini saya mengambil kesimpulan, bahwa Perfect Ten jauh lebih bagus daripada Ten. Seolah nama bandnya menjadi makna denotatis tentang komparasi keduanya. Pertimbangannya? Perfect Ten bermain sama bagus ketika membawakan lagu Pearl Jam dari SEMUA album. Antara Why Go dan Johnny Guitar bisa dibawakan dengan sama bagus. Jumlah masif personil mereka (semalam sudah menjadi 8 personil) diimbangi dengan versatlitas Perfect Ten yang sangat bisa diandalkan panitia untuk merentang sembilan katalog album Pearl Jam dan ratusan lagu B-Sides atau covers.
Sejak awal, Perfect Ten dan Bittertone, yang dengan riwayat serta kapabilitas skill mereka diyakini bisa menjadi artileri untuk menjaga kualitas PJN kali ini. Itu sebabnya, kedua band tersebut juga nyaman untuk melibatkan lebih banyak lagi, dari musisi jempolan sampai jagoan kamar karaoke. Amar (Besok Bubar), Reza (Beku), Che (Cupumanik), JC, Olit (Aien Sick), Made (Sonic Wood), mantan rekan band mereka dan bahkan sang ketua panitia acara, Dhia, bisa nyaman mengisi role di beberapa lagu.
Sejauh konser selama hampir lima jam tersebut, buah dari perjudian panitia PJN tampak menuai hasil. Saya berpendapat bahwa kedalaman dimensi rendisi lagu yang dibawakan kali ini menjadi nilai terbaik bagi gelaran kelima konser tribute untuk Pearl Jam tersebut. Dengan konsep yang tak terprediksi sebelumnya, maka saya sangat senang menilai bahwa album No Code menjadi kesatuan yang mengikat keempat band dan puluhan performers tamu. No Code adalah album dengan range musikal paling lebar di antara album Pearl Jam lainnya. Selain fakta banyaknya lagu No Code yang dibawakan, nilai diversitas dan variasi yang menandai setlist dan rendisi juga merupakan poin positif yang bisa dipetik.
Saya sedikit ragu hal semacam itu terjadi bila panitia memilih untuk mengundang bintang tamu pesohor. Ini berarti kemenangan bagi panitia, karena tanpa daya pikat selebritas, konser semalam tetap menarik apresiasi 300-an audiens yang berhasil dikonversi setengah juta rupiah untuk kompensasi karbon.
Semuanya senang (dan menang)...
*Foto courtesy of Rudolf Bobo.
Posting Komentar