Top Five Dream Jobs
Minggu lalu saya memutar kembali keping DVD dari film tahun 2000, High Fidelity. Film yang diangkat dari novel karya Nick Hornby (terbit p...
https://www.helmantaofani.com/2011/12/top-five-dream-jobs.html
Minggu lalu saya memutar kembali keping DVD dari film tahun 2000, High Fidelity. Film yang diangkat dari novel karya Nick Hornby (terbit pada medio 90-an) ini mengulas tentang Rob Gordon (diperankan oleh John Cussack), seorang pemilik toko rekaman (record store) yang tengah menghadapi konflik asmara.
Sementara jalinan cerita bisa dibilang "khas" komedi-romantik, yang membuat film ini kuat adalah setting dan karakter-karakter di dalamnya, serta teknik breaking the fourth wall (karakter dalam film berbicara ke arah penonton). Di High Fidelity, hal itu adalah core-nya dengan berulang kali Rob memberi tahu penonton apa yang ada di dalam pikirannya. Terutama mengenai berbagai macam "Top 5" dalam hidupnya.
Salah satu "Top 5" yang paling memorable bagi saya adalah "Top 5 Dream Jobs" yang ditulis oleh Rob - dan dibacakan oleh pacarnya, Laura.
1. Menjadi wartawan Rolling Stone, 1976-1979.
2. Menjadi produser Atlantic Records, 1964-1971.
3. Menjadi musisi apa saja selain klasik atau rap.
4. Menjadi sutradara film apa saja, kecuali film Jerman/bisu.
5. Menjadi arsitek (yang akhirnya diganti menjadi pemilik toko rekaman).
Mengapa memorable? Karena kelimanya juga merupakan "Top 5 Dream Jobs" saya. Menjadi wartawan musik (music journalist) adalah wet-dream bagi music-geek. Maka pengalaman William Miller (dan versi aktual nyatanya: Cameron Crowe) dalam film Almost Famous tentu juga menjadi mimpi saya. Rob memilih periode tahun 1976-1979, dengan band-band punk (di Inggris dan Amerika) tengah menggeliat, bersamaan dengan gelombang new wave. Impian saya, menjadi wartawan pada 1991-1995.
Tak perlu mendetail mengenai Atlantic Records, tapi menjadi produser musik pada sebuah/sembarang label juga tampak menarik. Saya membayangkan memiliki kontrol seperti Bruce Pavitt di Sub Pop. Insting dan sense potensi terhadap roster label akan menjadi kunci bagi kesuksesan. Bila Atlantic dalam periode Rob (1964-1971) berhasil menggaet nama-nama seperti The Rolling Stones, Led Zeppelin, dll, maka Bruce Pavitt bisa menelurkan genre via labelnya: grunge.
Menjadi musisi juga tetap merupakan impian saya. Akur dengan Rob di film, tak perlu sekaliber Mick Jagger, tapi any kind of musician.
Film juga selalu menjadi objek yang menarik bagi saya. Apakah saya ingin jadi sutradara? Saya berpikir untuk menjadi editor, atau editor-produser yang memiliki keleluasaan mengonsep sebuah film.
Lalu yang terakhir, menjadi arsitek juga merupakan impian saya. Uniknya, sama seperti karakter Rob, saya menghabiskan masa akademis dengan memelajari bidang purba tersebut. Hanya saja, karir membawa kami ke dunia yang lain. Saya menjadi desainer grafis, sementara Rob menjadi pemilik toko rekaman.
Sejujurnya, bila dikembangkan menjadi 6 list, maka mempunyai toko rekaman akan menjadi poin berikutnya. Itu akan menjadi poin nomor 5 sebelum:
6. Architect (later turned into "Graphic Designer")
Posting Komentar