Save the Date
You grew up with your role model. Saya tumbuh bersama keluarga di kampung yang bersahaja. Ayah saya memiliki akte dengan tanggal lahir palsu...
https://www.helmantaofani.com/2012/01/save-date.html
You grew up with your role model.
Saya tumbuh bersama keluarga di kampung yang bersahaja. Ayah saya memiliki akte dengan tanggal lahir palsu, lantaran ketika jamannya dulu belum marak pencatatan sipil. Jadilah akte dirinya dan sejumlah anak-anak lain yang sebaya dibuat dengan tanggal lahir sama: 1 Juli 1946. Saya penasaran dengan usia beliau sebenarnya, dan pernah bertanya-tanya apakah ayah juga tidak ingin tahu kapan tanggal lahir sebenarnya. Jawab beliau, kakek saya juga tidak ingat kapan tanggal lahir ayah.
So, secara tradisi, menyimpan memori tanggal memang bukan spesialisasi (keluarga) kami. Saya tumbuh di keluarga unik seperti itu, yang sepanjang ingatan saya, tak ada perayaan ulang tahun yang berkesan. Malah rasanya keluarga saya lebih banyak merayakan "weton", dengan setiap Jumat Legi membuat jenang abang (bubur merah) yang dibagikan ke tetangga. Namun tentu saya ingat tanggal lahir. Di jaman kita, tanggal lahir itu recurring question, acap ditanyakan berkali-kali.
Beranjak dewasa, terutama ketika ibu saya meninggal, ayah makin jarang ingat dengan ulang tahun anak-anaknya. Otomatis itu membentuk pola perilaku saya yang juga tak terlalu peduli dengan peringatan tanggal-tanggal tertentu.
Saya baru mengenyam tradisi merayakan dan mengucapkan ulang tahun dengan menikmati perhatian yang diberikan teman-teman pada saat kuliah. That's it. Menurut saya, selebrasi ulang tahun itu diadakan karena kita suka diperhatikan. Hal yang manusiawi. Maka, bagi saya, itulah awal era baru mengenal dan menyimpan memori tanggal-tanggal penting. Kapan ia lahir, kapan jadian pertama kali, dan seterusnya. But then, you grew up with your role model. Keluarga saya tidak biasa menyimpan tanggal.
Iseng, kemarin saya menelpon ayah saya untuk mengingat beberapa tanggal penting. Tuhan, maafkan saya karena menyiksa memori orangtua saya. Hasilnya, ayah masih ingat tanggal lahir palsunya (1 Juli), tanggal lahir saya dan kakak pertama (karena berdekatan hari), dan tanggal meninggalnya ibu saya. Sisanya, anniversary pernikahan, tanggal lahir cucu-cucunya, dan bahkan tanggal lahir kakak kedua saya ia lupa.
Saya melihat ayah dan ibu tiri saya kini telah menikah selama...hmmm (menghitung sejenak)...19 tahun, dengan tanggal dan bulan mereka melangsungkan pernikahan sama sekali lupa. Saya juga tidak ingat kapan kakak saya yang pertama menikah, namun untuk kakak kedua saya ingat karena dilangsungkan bertepatan dengan ulang tahun ayah pada tahun 2005. Kedua ponakan saya lahir pada saat Piala Dunia, 2002 dan 2006. That's how I remember: moments.
Semenjak menikah, lalu punya anak, ada beberapa tanggal yang juga saya save erat-erat. Hari ini (13/1) tepat 5 tahun semenjak saya dan Gina menikah pada 2007. Dua hari lalu (11/1) adalah setahun dari Magenta, anak kedua saya, lahir. I remember moments. Untuk hari-hari itu, saya masih ingat kejadian di hari H.
Lima tahun lalu saya menikah, hari sebelumnya kami masih harus mencari cincin kawin dan baju koko untuk akad nikah. Item pertama didapat (masih tersemat) dan barang kedua gagal. Jadi saya memakai jas yang sama untuk resepsi dan akad. Setahun yang lalu, hari ini, saya masih di RS menunggu recovery Gina sambil memantau Magenta yang berada di NICU. All is clear (and vivid). I remember everything.
Bagi saya, momen yang terekam kadang menutupi detail tanggal yang direkam. Itu adalah saat yang membuat saya sangat bahagia atau sedih dengan setulus hati. Kebahagiaan dan kenangan itulah yang selalu tersimpan.
Lalu saya menelpon ayah kembali, minta ia menceritakan kejadian pada saat kakak kedua saya lahir. Ia bercerita dengan jelas. Saya tanyakan juga momen ia menikah dengan ibu dan ibu tiri, ia juga masih mengingatnya. Tampaknya ia hanya melupakan tanggalnya saja. So, that's how we remember: moments.
You grew up with your role model.
Saya tumbuh bersama keluarga di kampung yang bersahaja. Ayah saya memiliki akte dengan tanggal lahir palsu, lantaran ketika jamannya dulu belum marak pencatatan sipil. Jadilah akte dirinya dan sejumlah anak-anak lain yang sebaya dibuat dengan tanggal lahir sama: 1 Juli 1946. Saya penasaran dengan usia beliau sebenarnya, dan pernah bertanya-tanya apakah ayah juga tidak ingin tahu kapan tanggal lahir sebenarnya. Jawab beliau, kakek saya juga tidak ingat kapan tanggal lahir ayah.
So, secara tradisi, menyimpan memori tanggal memang bukan spesialisasi (keluarga) kami. Saya tumbuh di keluarga unik seperti itu, yang sepanjang ingatan saya, tak ada perayaan ulang tahun yang berkesan. Malah rasanya keluarga saya lebih banyak merayakan "weton", dengan setiap Jumat Legi membuat jenang abang (bubur merah) yang dibagikan ke tetangga. Namun tentu saya ingat tanggal lahir. Di jaman kita, tanggal lahir itu recurring question, acap ditanyakan berkali-kali.
Beranjak dewasa, terutama ketika ibu saya meninggal, ayah makin jarang ingat dengan ulang tahun anak-anaknya. Otomatis itu membentuk pola perilaku saya yang juga tak terlalu peduli dengan peringatan tanggal-tanggal tertentu.
Saya baru mengenyam tradisi merayakan dan mengucapkan ulang tahun dengan menikmati perhatian yang diberikan teman-teman pada saat kuliah. That's it. Menurut saya, selebrasi ulang tahun itu diadakan karena kita suka diperhatikan. Hal yang manusiawi. Maka, bagi saya, itulah awal era baru mengenal dan menyimpan memori tanggal-tanggal penting. Kapan ia lahir, kapan jadian pertama kali, dan seterusnya. But then, you grew up with your role model. Keluarga saya tidak biasa menyimpan tanggal.
Iseng, kemarin saya menelpon ayah saya untuk mengingat beberapa tanggal penting. Tuhan, maafkan saya karena menyiksa memori orangtua saya. Hasilnya, ayah masih ingat tanggal lahir palsunya (1 Juli), tanggal lahir saya dan kakak pertama (karena berdekatan hari), dan tanggal meninggalnya ibu saya. Sisanya, anniversary pernikahan, tanggal lahir cucu-cucunya, dan bahkan tanggal lahir kakak kedua saya ia lupa.
Saya melihat ayah dan ibu tiri saya kini telah menikah selama...hmmm (menghitung sejenak)...19 tahun, dengan tanggal dan bulan mereka melangsungkan pernikahan sama sekali lupa. Saya juga tidak ingat kapan kakak saya yang pertama menikah, namun untuk kakak kedua saya ingat karena dilangsungkan bertepatan dengan ulang tahun ayah pada tahun 2005. Kedua ponakan saya lahir pada saat Piala Dunia, 2002 dan 2006. That's how I remember: moments.
Semenjak menikah, lalu punya anak, ada beberapa tanggal yang juga saya save erat-erat. Hari ini (13/1) tepat 5 tahun semenjak saya dan Gina menikah pada 2007. Dua hari lalu (11/1) adalah setahun dari Magenta, anak kedua saya, lahir. I remember moments. Untuk hari-hari itu, saya masih ingat kejadian di hari H.
Lima tahun lalu saya menikah, hari sebelumnya kami masih harus mencari cincin kawin dan baju koko untuk akad nikah. Item pertama didapat (masih tersemat) dan barang kedua gagal. Jadi saya memakai jas yang sama untuk resepsi dan akad. Setahun yang lalu, hari ini, saya masih di RS menunggu recovery Gina sambil memantau Magenta yang berada di NICU. All is clear (and vivid). I remember everything.
Bagi saya, momen yang terekam kadang menutupi detail tanggal yang direkam. Itu adalah saat yang membuat saya sangat bahagia atau sedih dengan setulus hati. Kebahagiaan dan kenangan itulah yang selalu tersimpan.
Lalu saya menelpon ayah kembali, minta ia menceritakan kejadian pada saat kakak kedua saya lahir. Ia bercerita dengan jelas. Saya tanyakan juga momen ia menikah dengan ibu dan ibu tiri, ia juga masih mengingatnya. Tampaknya ia hanya melupakan tanggalnya saja. So, that's how we remember: moments.
You grew up with your role model.
3 komentar
dem, ini tulisan nyesek banget.
Aku tahu tanggal kelahiran bokap waktu lihat batu nisannya. :'(
duh..komentarnya Angki bikin saya lupa tadi mau komen apa..
:(
Angki memang jago membuat orang terlena.
Posting Komentar