Promosi Negeri Melalui Dokumentasi
Salah satu strategi untuk menaikkan posisi tawar Indonesia dalam destinasi konser kelas dunia. Dokumentasi video konser band-band rock kini ...
https://www.helmantaofani.com/2012/04/promosi-negeri-melalui-dokumentasi.html?m=0
Salah satu strategi untuk menaikkan posisi tawar Indonesia dalam destinasi konser kelas dunia.
Dokumentasi video konser band-band rock kini mulai jamak dirilis dengan lesunya penjualan rekaman, disertai semangat retribalisasi yang tak cukup mendengar namun melihat. Dari sekian video yang dirilis, kita bisa mendapati bahwa selain konser di negara kaukasia (Eropa/Amerika Serikat), hanya beberapa negara lain yang terlihat sering dipakai menjadi latar konser.
Pernahkah Anda memikirkan mengapa banyak band rock barat (Amerika, UK) yang merilis album konser mereka di Jepang? Adalah imej yang ingin diperlihatkan band tersebut bahwa mereka berhasil menaklukkan Asia melalui penampilan di Jepang. Asia dianggap sebagai pasar "aneh" lantaran barrier ras dan bahasa. Maka sukses adalah berhasil selenggarakan konser nan meriah di region tersebut, dengan wakil utama adalah Jepang.
Selain Jepang, banyak juga band yang membuat portfolio dengan rilis album konser di Brasil. Analog dengan Jepang, itu juga merupakan pencapaian menembus terra incognita. Negara dengan bahasa yang berbeda, dan simbol penaklukan teritori baru.
Kini, dengan pesatnya informasi, anggapan itu tak lagi signifikan - terutama yang pertama. Pelaku industri pasti sadar mengenai diversifikasi yang lebih kompleks di Asia. Kontinen terluas ini secara umum bisa dibagi menjadi 5 pasar. Pasar oriental, Asia Tenggara, India, eks Soviet, dan Timur Tengah.
Jepang masih menjadi high profile di pasr oriental, meski mulai disaingi Korea Selatan. Beberapa band rock merilis konser mereka di Korsel. Dua negara tersebut juga menjadi salah satu destinasi wajib bagi tur band di Asia.
Setelah pasar oriental, sasaran kedua di Asia adalah region kita, Asia Tenggara. Nama yang sering disebut tentu Singapura. Faktor sentral dan keterbukaan (serta heterogenitas penduduk) menjadi faktor kuat Singapura menjadi sasaran konser. Tapi negara kita, Indonesia, kini mulai disasar sebagai wilayah yang lebih representatif. Indonesia menawarkan apa yang Singapura tidak punya: audiens.
Audiens Indonesia barangkali memiliki apa yang ditawarkan Brasil, jumlah masif dan fanatisme. Faktor ini sangat besar perannya dalam mendokumentasikan sebuah konser high profile. Kita masih jarang dapatkan dokumentasi konser yang dirilis dari Singapura. Juga dari Indonesia - sayangnya.
Tapi dengan terbukanya pasar Asia Tenggara, bukan tak mungkin bila Indonesia kini menjadi target band untuk mendokumentasikan konser mereka. Beberapa masih dalam tahap menjajaki atmosfer konser di sini - seperti Anthrax tempo hari. Rata-rata band tersebut menyatakan keterkejutannya menanggapi energi audiens yang baru mereka hadapi.
Salah satu kendala mungkin berupa venue. Indonesia masih belum punya banyak venue yang bisa menawarkan nilai lebih. Garuda Wisnu Kencana mungkin sangat potensial dari sisi keunikan, tapi sayang ia jauh dari pangsa umum di sekitaran ibukota/Bandung.
Kekuatan pasar juga masih berpengaruh. Mudah sebenarnya datangkan 100.000 audiens. Kendala terbesar adalah kekuatan ekonomi. Problem ini sebetulnya hampir sama dengan Brasil. Hanya saja, Brasil didominasi kelas menengah yang sesuai dengan kelas pasar band rock. Profil itu mungkin hanya bisa disamai Jakarta/Jawa.
Tapi potensi Indonesia ini mesti terus digali - terutama oleh para promotor/EO atau investor (termasuk pemerintah) untuk naikkan posisi tawar penyelenggaraan konser di negeri kita.
Pertama dengan memberi/membuat wadah venue yang mempunyai nilai lebih. Kedua, bila memungkinkan memberi subsidi/insentif bagi band yang berniat mendokumentasikan konser mereka di sini. Ini berkaitan erat dengan promosi Indonesia. Dunia mengenal Budokan di Jepang dan Morumbi di Brasil karena sering digunakan sebagai latar dokumentasi konser.
Ketiga, membuat suatu itinerari/fitur unik yang meninggalkan kesan bagi band/manajemen. Kisah seperti ini mulai sering dimasukkan dalam fitur ekstra video konser. Aspek inilah yang tidak dimiliki negara lain terutama Singapura. Scott Ian berkicau tentang kopi luwak via akun Twitternya sebelum konser. Ia mengabarkan Indonesia kepada dunia!
Dengan manajemen yang benar, saya yakin bila Indonesia mampu menggeser Jepang - alih-alih sekadar Singapura -sebagai destinasi primer konser band-band rock dunia. Kita punya semua bekal untuk itu.
Dokumentasi video konser band-band rock kini mulai jamak dirilis dengan lesunya penjualan rekaman, disertai semangat retribalisasi yang tak cukup mendengar namun melihat. Dari sekian video yang dirilis, kita bisa mendapati bahwa selain konser di negara kaukasia (Eropa/Amerika Serikat), hanya beberapa negara lain yang terlihat sering dipakai menjadi latar konser.
Pernahkah Anda memikirkan mengapa banyak band rock barat (Amerika, UK) yang merilis album konser mereka di Jepang? Adalah imej yang ingin diperlihatkan band tersebut bahwa mereka berhasil menaklukkan Asia melalui penampilan di Jepang. Asia dianggap sebagai pasar "aneh" lantaran barrier ras dan bahasa. Maka sukses adalah berhasil selenggarakan konser nan meriah di region tersebut, dengan wakil utama adalah Jepang.
Selain Jepang, banyak juga band yang membuat portfolio dengan rilis album konser di Brasil. Analog dengan Jepang, itu juga merupakan pencapaian menembus terra incognita. Negara dengan bahasa yang berbeda, dan simbol penaklukan teritori baru.
Kini, dengan pesatnya informasi, anggapan itu tak lagi signifikan - terutama yang pertama. Pelaku industri pasti sadar mengenai diversifikasi yang lebih kompleks di Asia. Kontinen terluas ini secara umum bisa dibagi menjadi 5 pasar. Pasar oriental, Asia Tenggara, India, eks Soviet, dan Timur Tengah.
Jepang masih menjadi high profile di pasr oriental, meski mulai disaingi Korea Selatan. Beberapa band rock merilis konser mereka di Korsel. Dua negara tersebut juga menjadi salah satu destinasi wajib bagi tur band di Asia.
Setelah pasar oriental, sasaran kedua di Asia adalah region kita, Asia Tenggara. Nama yang sering disebut tentu Singapura. Faktor sentral dan keterbukaan (serta heterogenitas penduduk) menjadi faktor kuat Singapura menjadi sasaran konser. Tapi negara kita, Indonesia, kini mulai disasar sebagai wilayah yang lebih representatif. Indonesia menawarkan apa yang Singapura tidak punya: audiens.
Audiens Indonesia barangkali memiliki apa yang ditawarkan Brasil, jumlah masif dan fanatisme. Faktor ini sangat besar perannya dalam mendokumentasikan sebuah konser high profile. Kita masih jarang dapatkan dokumentasi konser yang dirilis dari Singapura. Juga dari Indonesia - sayangnya.
Tapi dengan terbukanya pasar Asia Tenggara, bukan tak mungkin bila Indonesia kini menjadi target band untuk mendokumentasikan konser mereka. Beberapa masih dalam tahap menjajaki atmosfer konser di sini - seperti Anthrax tempo hari. Rata-rata band tersebut menyatakan keterkejutannya menanggapi energi audiens yang baru mereka hadapi.
Salah satu kendala mungkin berupa venue. Indonesia masih belum punya banyak venue yang bisa menawarkan nilai lebih. Garuda Wisnu Kencana mungkin sangat potensial dari sisi keunikan, tapi sayang ia jauh dari pangsa umum di sekitaran ibukota/Bandung.
Kekuatan pasar juga masih berpengaruh. Mudah sebenarnya datangkan 100.000 audiens. Kendala terbesar adalah kekuatan ekonomi. Problem ini sebetulnya hampir sama dengan Brasil. Hanya saja, Brasil didominasi kelas menengah yang sesuai dengan kelas pasar band rock. Profil itu mungkin hanya bisa disamai Jakarta/Jawa.
Tapi potensi Indonesia ini mesti terus digali - terutama oleh para promotor/EO atau investor (termasuk pemerintah) untuk naikkan posisi tawar penyelenggaraan konser di negeri kita.
Pertama dengan memberi/membuat wadah venue yang mempunyai nilai lebih. Kedua, bila memungkinkan memberi subsidi/insentif bagi band yang berniat mendokumentasikan konser mereka di sini. Ini berkaitan erat dengan promosi Indonesia. Dunia mengenal Budokan di Jepang dan Morumbi di Brasil karena sering digunakan sebagai latar dokumentasi konser.
Ketiga, membuat suatu itinerari/fitur unik yang meninggalkan kesan bagi band/manajemen. Kisah seperti ini mulai sering dimasukkan dalam fitur ekstra video konser. Aspek inilah yang tidak dimiliki negara lain terutama Singapura. Scott Ian berkicau tentang kopi luwak via akun Twitternya sebelum konser. Ia mengabarkan Indonesia kepada dunia!
Dengan manajemen yang benar, saya yakin bila Indonesia mampu menggeser Jepang - alih-alih sekadar Singapura -sebagai destinasi primer konser band-band rock dunia. Kita punya semua bekal untuk itu.
Posting Komentar