Merawat Kehidupan
Seumur-umur, saya belum pernah memelihara tanaman. Jaman kecil dulu, saya pernah memelihara ayam, lele, lalu kucing - tapi belum pernah...
https://www.helmantaofani.com/2012/09/merawat-kehidupan.html
Seumur-umur, saya belum pernah memelihara tanaman. Jaman kecil dulu, saya pernah memelihara ayam, lele, lalu kucing - tapi belum pernah tanaman. Ayah dulu punya pekarangan sangat kecil yang ia tanami pohon belimbing dan jeruk. Semua sukses berbuah, tapi saya tidak ada peran di situ.
Ketika pertama punya rumah sendiri di Surabaya, saya membayangkan halaman nan asri penuh dengan pepohonan lebat. Itu adalah kali pertama saya berpikir untuk menumbuh dan merawat tanaman. Tapi belum terealisasi, malah keduluan mertua saya yang sukses membesarkan sebuah pohon mangga. Rumput jepang yang dulu saya janjikan bakal menjadi hamparan karpet ke istri (ketika pertama propose menanam) tidak terurus. Oleh karena itu, ketika pindah ke Bintaro dan mendapati rumah kami nirhalaman, saya tidak berkeberatan.
Sesaat setelah pindah rumah, Gina - istri saya - menambahi beberapa tanaman kecil untuk menghaluskan halaman yang gersang. Beberapa pot tanaman rambat, sansiviera, lidah buaya, pohon berdaun lebat - entah namanya - dan satu pot pemberian kawan ketika housewarming. Dulu, ada ART yang rajin menyirami tiap sore dan tanaman tetap hijau segar setiap hari. Saya malah jarang notice.
Seminggu lalu, sepulang dari kampung usai Lebaran, perhatian saya malah tersita ke deretan pot dengan tumbuhan kering. Sekitar 10 hari tak mendapat asupan air di musim kemarau sangat menyiksa ternyata bagi tanaman-tanaman tersebut. Pohon di pot terbesar yang biasanya berdaun banyak menjadi kering, daun berguguran dan kini berwarna coklat. Yang paling parah, tanaman di pot pemberian kawan juga ikut mengering - cenderung sekarat. ART tak lagi balik, maka kini tanggung jawab untuk menyelamatkan nyawa tumbuhan menjadi beban saya.
Setiap pagi kini saya mempunyai ritual baru untuk memberi air ke pot-pot tanaman malang tersebut. Ini sudah berjalan sekitar seminggu lebih. Dengan cemas, usai menyiram saya jadi mengamati tumbuh-tumbuhan tersebut, apakah jadi mati atau ada tanda-tanda kehidupan. Di pot pemberian kawan, belum ada tanda-tanda khusus apakah tanaman resmi mati ataukah tengah memperbarui diri. Sedang di pot paling besar, saya melihat tunas-tunas daun yang baru semakin banyak, meski masih jauh dari kriteria rimbun. Setidaknya ada aktivitas kehidupan di sana. Senang sekali melihatnya.
Saya jadi merasa punya challenge untuk mengembalikan hijaunya makhluk-makhluk Tuhan tersebut, setidaknya kembali seperti sedia kala, lalu bertumbuh. Bila itu terpenuhi, saya berpikir untuk membesarkan sebuah pohon yang nantinya bisa besar dan rindang.
Merawat tanaman menyenangkan ternyata. Ada aktivitas zen di dalamnya yang membuat saya bisa melihat sudut lain dari kehidupan. Symbolically, tulisan ini juga bermakna ganda untuk blog dan aktivitas menulis yang sempat saya tinggalkan. Saya ingi menyiraminya lagi agar bisa menjadi bagian nyata dari kehidupan saya.
1 komentar
Kebalikan gua nih! Gua demen banget nanem pohon, dulu. Sekarang sih kagak pernah, bwahahaha!
Seinget gua, tidak ada tanaman yg gua tanam yg mati. Kata orang sih gua bertangan dingin. Kalo kata gua mah, gua bertangan dua
Posting Komentar