Replika Seattle Rock
Dalam satu kesempatan, MC acara Seattle Rock Part One yang digagas Kis FM, menanyakan satu hal. "Kapan 'pivotal point' dari...
https://www.helmantaofani.com/2013/01/replika-seattle-rock.html?m=0
Dalam satu kesempatan, MC acara Seattle Rock Part One yang digagas Kis FM, menanyakan satu hal. "Kapan 'pivotal point' dari Seattle Rock, yang menandai booming-nya." Jawabannya bisa sangat relatif, meski saya menduga ia mengarahkan ke rilis Nevermind (Agustus 1991) oleh Nirvana yang membuka atensi mainstream. Tapi itu bisa digugat sebenarnya, karena sebelum itu sejumlah band telah mendapatkan deal major label. Di antaranya adalah Alice in Chains (bergabung ke Columbia sejak 1989).
Alice in Chains luput dari pengamatan karena mereka bukan Sub Pop material. Artinya, tak ada anggotanya yang pernah bersinggungan dengan label penggagas grunge itu. Jadi sorotan dan hype mereka agak terlambat, lantaran label mereka tidak pernah terpikir untuk mempromosikannya sebagai grunge (awalnya). Pada 1990, mereka gerilya membuat rangkaian gig dari kota ke kota mengajak band non-Sub-Pop-material lainnya, Mookie Blaylock.
Itu adalah cikal bakal sebuah tur historis di pesisir barat AS yang lantas turut menarik minat pengamat musik. Keduanya dari Seattle, dan mengambil corak musik inklusif dari genre mainstream saat itu, heavy metal. Perspektif puritan mengatakan cock rock, tapi faktanya mereka berperan sebagai pembuka gerbang ledakan musik Seattle setahun berikut.
Maka, saya sangat antusias mengetahui gelaran Seattle Rock perdana ini mengetengahkan tema Pearl Jam dan Alice in Chains, alih-alih (siapa lagi kalau bukan) Nirvana. Setidaknya judul acara yang dihelat di Kafe Pisa, Menteng, Selasa (29/1) lalu itu menjadi sahih. Seattle Rock - bukan Seattle Sound atau grunge - memang layak diwakili Pearl Jam dan Alice in Chains. Dalam konteks ini adalah Perfect Ten yang membawakan nama pertama, serta NXCS mewakili Alice in Chains.
NXCS adalah nama baru penjaga testimoni Seattle Rock. Bila saya tidak salah, ini gig kedua mereka setelah full set gig di bilangan Kemang beberapa bulan silam. Seperti halnya Perfect Ten yang diisi sekumpulan musisi yang doyan Pearl Jam, NXCS juga digawangi talenta hebat yang mencintai Jerry Cantrell cs. Dan mereka membuktikannya dalam konstelasi terbalik fragmen sejarah Seattle Rock, ketika Alice in Chains membuka Pearl Jam dalam skala band kover.
Membuka dengan "We Die Young", audiens di Pisa diingatkan tentang signature unik sound gitar yang masuk dalam ranah grunge (karena berat dengan reverb), tapi tidak kering seperti yang dipatenkan Mark Arm via Mudhoney. Nito - eks Perfect Ten - di departemen enam senar memang tak diragukan bisa menerjemahkan konsep tersebut, meski sempat diiringi kendala teknis di lagu pertama. Lalu, Uncal (atau Reza atau apalah mengakunya ia) juga khatam menambahkan ciri kedua Chains, dengan membawa nuansa Layne Staley nan unik. "We Die Young" adalah lagu yang akan mengekspos kemampuan vokal karena dimulai dari nada naik turun mulai dari verse pertama.
Usai kendala teknis di lagu pertama, NXCS lancar membawakan lagu berikutnya. "Bleed the Freak" menyambung sebagai nomor kedua. Seharusnya ini memanaskan suasana karena tempo tingginya. Tapi tampaknya tak terlalu banyak audiens yang paham karena Alice in Chains memang jarang punya hits material. Ini berlaku juga pada lagu ketiga "Junkhead".
Berbicara tentang hits material, "Would" barangkali menjadi salah satu lagu Chains paling populer karena tergabung bersama "Seattle Rockers" lain di kompilasi soundtrack film Singles (1992). Uncal menyebut lagu ini "mungkin dipahami" jamily yang mememnuhi Pisa Kafe. Pastinya memang, lagu itu lebih dikenal daripada "I Don't Know Anything" yang mengalun berikut. Penonton di sebelah saya berkata, "Wah, Silverchair..." ketika riff lagu mengalun (mirip memang, dengan Freak). Padahal, jamily seharusnya lebih tanggap lantaran lagu ini diambil dari Chains-Jam crossover dalam diri Layne dan Mike McCready lewat Mad Season (Above, 1995).
"Man in the Box" mengapung setelahnya, memamerkan harmoni vokal yang sedikit berbeda dari konsep Chains asli. Tapi malam ini memang dunia paralel yang terbalik dari kenyataan ketika Alice in Chains membuka Pearl Jam. Andi, bassis NXCS, mengambil nada tinggi pada reff lagu - jatah yang normalnya diambil Staley. Tapi high pitch-nya memang lebih bagus untuk membuat Uncal fokus menyikat part Cantrell dalam nada flat.
Usai "Man in the Box", Uncal sempat membuka pintu request. Saya sih yakin mereka capable melahap apapun lagu Chains yang diminta, karena sebelumnya bermain dalam setlist yang lengkap. Ketika saya meminta Queen of the Rodeo, permintaan terpaksa ditangguhkan. "Drummernya belum latihan," kata Andi. Saya baru sadar mereka tidak bermain bersama drummer yang resmi mengisi lineup NXCS. Andri, eks Besok Bubar, menggawangi perkusi, dan mungkin ia belum banyak menghapal repertoir Chains.
Tapi mereka mengabulkan request "Them Bones" yang menurut Uncal (di forum) akan terlalu lama untuk durasi set mereka. Lagu itu sedianya mengantar mereka ke ujung penampilan, tapi panitia masih mau menambah satu jatah lagi.
"It Ain't Like That" menutup set NXCS. Lagu ini mengembalikan memori ke paragraf pembuka di catatan ini mengenai kohesi Chains dan Pearl Jam. Riff lagu ini menempel di otak Stone Gossard, gitaris Pearl Jam, sehingga ia sering memainkan intronya yang memang groovy. Dokumentasi ini masuk dalam album Pearl Jam Twenty dan korelasi filmnya yang mengujarkan betapa Pearl Jam berhutang budi kepada Alice in Chains yang membawa mereka mengembara via tur pesisir barat pada 1990.
Bagi saya, konteks unik inilah jiwa acara Seattle Rock malam itu, karena ada gayut historis antara kedua band - baik yang ditributkan maupun (kebetulan) penampilnya. Belajar Seattle Rock tak salah memulai dari Alice in Chains dan Pearl Jam.
Set NXCS
We Die Young
Bleed the Freak
Junkhead
Would
I Don't Know Anything (Mad Season)
Man in the Box
Them Bones
It Ain't Like That
Follow NXCS di akun twitter @NXCSI
Posting Komentar