Comunallica
The elders of metal patriarch di Indonesia sepertinya mempunyai jimat yang sama. Mereka menyimpan sobekan tiket konser Metallica tahun 19...
https://www.helmantaofani.com/2013/08/comunallica.html?m=0
The elders of metal patriarch di Indonesia sepertinya mempunyai jimat yang sama. Mereka menyimpan sobekan tiket konser Metallica tahun 1993 di dalam dompet atau apapun tempatnya. Bagi mereka itu berstatus sama dengan KTP. Tanda identitas.
Bagi orang awam, yang tidak menonton, konser Metallica 1993 identik dengan kerusuhan. Ini ekses dari citra media tentunya. Apalagi selepas konser itu konon pemerintah melarang konser rock mancanegara. Tapi bagi yang ada di Lebak Bulus waktu itu, citra yang terekam tentu beda. Keberadaan mereka di sana adalah bagian dari peristiwa komunal yang bersejarah dalam dunia musik.
Dekade 1970-an merekam kesan konser Deep Purple di Jakarta pada 1975 sebagai konser paling akbar. Stadium rocker hadir di tengah kita. Metallica adalah stadium rocker pada 1993. Zenit karier James Hetfield cs mewartakan satu persinggahan bernama Jakarta. Selama dua hari pula. Tak heran bila konser tersebut, saat itu, bisa mengumpulkan banyak orang untuk hadir.
Bagi generasi di bawahnya, yang hanya kebagian cerita, tentu menonton Metallica menjadi obsesi. Situasi tak menentu menjauhkan impian tersebut selama hampir dua dekade, sehingga ketika kini situasi ekonomi makro membaik, kesempatan itu datang lagi. Kali ini, karena ada dua dekade yang harus dirapel, maka ekspektasi dan antisipasinya tentu akan tinggi. Terbukti sejak diumumkan hingga jelang konser, Metallica senantiasa jadi pembicaraan di banyak ruang publik.
60.000 penonton di Gelora Bung Karno adalah angka yang fantastis untuk ukuran konser band mancanegara. Di negara Metallica sendiri, kecuali penonton festival, mengumpulkan begitu banyak massa adalah pekerjaan sulit. Musik kini menjadi konsumsi individu. Orang mendengar musik dengan earphone, atau headphone. Ketika menyalakan musik dalam frekuensi yang bisa terdengar publik, keluhan muncul. Itu yang menyebabkan musik makin terkompresi dalam sekat-sekat individu. Peristiwa untuk menghancurkan sekat itu jarang muncul.
Konser Metallica kebetulan sejenak menghantam sekat tersebut. Bila mengamati audiens yang hadir di Gelora Bung Karno, kita akan melihat cerminan mikro masyarakat kita. Segala kelas berbaur. Dalam momen yang unik, ini adalah hajatan silaturahmi besar bangsa Indonesia yang heterogen. Hanya saja, musik kali ini yang menyatukan. Ada yang bertemu dengan rekan sekantor, teman komunitas, kawan ketika kecil, tetangga rumah, dan reuni sekolah. Bersama-sama terikat dengan kebahagiaan kecil berupa musik, menggarisbawahi kredo Chris McCandless, petualang yang mati kesepian.
Happiness only real when shared.
Posting Komentar