Let's Go Italy!
Sebagai penggemar apa-apa yang berbau Italia (terutama sepakbola, as evidenced in this blog circa prima volta ), saya sering ditanya apak...
https://www.helmantaofani.com/2014/05/lets-go-italy.html
Sebagai penggemar apa-apa yang berbau Italia (terutama sepakbola, as evidenced in this blog circa prima volta), saya sering ditanya apakah pernah ke sana? Paling ekstrim, apakah ada keturunan sana (ehm)? Karena bila dilihat dari dua-ot, ngotot dan nyolot, ketika ngomongin Italia, rata-rata kawan berpikiran ada sebab historis sehingga saya menyenangi negara peninsula tersebut.
Jawabannya, belum dan bukan. Saya belum pernah ke Italia, dan tentu saja bukan keturunan Italia meski nama belakang sama bila disambung dengan suku kata terakhir nama depan menjadi common cognome di Italia: Mantovani. Selain nama, rasanya saya lebih sering disangka orang India dibanding Italia. Beda tipis lah, India, Indonesia, dan Italia. Beda tipis dalam defile Olimpiade maksudnya.
So, yes, saya ingin banget ke Italia. Itu adalah impian dari fajar masa dewasa saya. Saya mengidolai Italia, seperti halnya 65,835% orang Indonesia yang menyukai Italia, semenjak ekspose Serie A di dekade 1990-an. Ketika kuliah, saya sering berangan-angan dengan sahabat saya mengenai suatu saat sekolah di sana. Milan khususnya, sesuai dengan klub bola yang sering saya posting di blog ini juga. Ternyata Tuhan bercanda dengan (malah) mengirimkan sahabat saya tersebut ke Politecnico Milano untuk melanjutkan studi. Lantas saya kapan, Tuhan?
Sebagai nineties sejati, selain Serie A saya juga menggemari musik alternative rock dekade tersebut. Bila Serie A mengutus AC Milan sebagai tim yang saya idolai, maka skena musik alternative menugaskan Pearl Jam. Postingan keduanya acap Anda jumpai di blog ini, tentu saja. Akhir tahun lalu Pearl Jam kebetulan mengumumkan jadwal tur ke Eropa. Salah satunya adalah bermain di Milan. Lebih zoom lagi, akan manggung dalam konser tunggal di Stadion San Siro.
Pearl Jam manggung di La Scala-nya sepakbola. Bayangan konser dengan latar torre terkenal stadion sakral tersebut tentu sangat menggoda. Thus, terbersit pikiran liar. Let's go to Italy!
Sayang konsernya diadakan bulan Juni, ketika sebagian pemain Milan malah ada di Brasil. Sebagian lagi bersama keluarganya. Senza partita, senza calcio. Tak ada gim, tak ada sepakbola. Sehingga tidak bisa menunaikan haji dua kali. Menonton Milan dan Pearl Jam. Ini sempat membuat niat maju-mundur. Karena belum firm 100%, tiket konser yang dibeli-pun merupakan tiket termurah. Berada di tier ketiga (terza anello) Stadion San Siro, yang menurut Gianluca Vialli, menonton bola dari situ seperti melihat kuman bermain bola.
Bulan Februari, bonus turun dari kantor. Dengan jumlah lumayan, niat "Let's Go Italy" kembali menggelora. Masalah berikutnya adalah perundingan krusial dengan Menteri Ekonomi rumah tangga, alias istri. Plan budget segera disusun, lalu dipresentasikan. Termasuk gambaran itinerari dan objek untuk dikunjungi di samping konser tersebut.
Reaksi yang keluar sungguh luar biasa. Tak hanya disetujui, tapi istri saya malah memutuskan ikut pergi!
Ini tentu membutuhkan kajian sistemik bagi kelangsungan hidup rumah tangga kami. Terutama anak-anak. Apakah mereka akan diajak atau kami berdua saja. Setelah berembug mencari solusi terbaik, akhirnya diputuskan untuk pergi berdua, dan anak-anak akan dititipkan ke neneknya di Bandung. Sorry nak, lain kali kita akan berkelana berempat. Untuk saat ini, kemampuan kantong kami masih terbatas.
Pertimbangan lain adalah anak-anak masih kecil dan rasanya belum akan merekam dengan bagus pengalaman di luar negeri. So, 4-5 tahun lagi, mereka rasanya sudah siap untuk merekam kebudayaan dan kebiasaan di negara lain, yang mudah-mudahan bisa menjadi wawasan berharga.
Quorum sudah, keputusan diwujudkan dengan tindakan paling konkret dari wisata ke luar negeri. Membeli tiket pesawat. Ini adalah deal or no deal. Point of no return. Once duit sudah digesek untuk tiket promo, artinya kita harus pergi karena garansi non-refundable yang membebat. Jangan sampai puluhan juta hilang percuma.
So, Maret lalu kita berhasil secure tiket Jakarta - Milan PP. Momen itu adalah marka awal perjalanan "Let's Go Italy" di titik nol kilometer. Jangan salah, di sini juga banyak hal menarik untuk dilalui, mulai dari menyusun itinerari, mencari akomodasi dan transportasi lokal, sampai menyiapkan dokumen travel yang dibutuhkan.
Avanziamo!
Posting Komentar