Pearl Jam Nite: Konser Bagi Kaum Beriman
Tidak percuma bila penggemar Pearl Jam (PJ) disebut "Faithfull" oleh band. Mengacu pada judul lagu dari album Yield, dalam terje...
https://www.helmantaofani.com/2015/03/pearl-jam-nite-konser-bagi-kaum-beriman.html
Tidak percuma bila penggemar Pearl Jam (PJ) disebut "Faithfull" oleh band. Mengacu pada judul lagu dari album Yield, dalam terjemahan bebasnya penggemar PJ adalah kaum beriman.
Sebagaimana dalil agama, iman itu perlu di-upgrade. Bila di agama bisa membaca atau mendengar resital ayat kitab suci, maka bagi penggemar PJ tentu mendengarkan lagu. Taraf iman paling rendah adalah mendengar lagu dari iTunes, dan yang paling hardcore, diwajibkan minimal sekali bagi kaum beriman adalah berhaji dengan datang ke konser Pearl Jam.
Di sela-selanya ada ibadah umrah, datang ke konser tributasi untuk PJ yang diadakan bagi penggemar yang belum mampu berhaji. Analoginya demikian. Tujuannya tetap sama, untuk meng-upgrade keimanan kita terhadap Pearl Jam.
Senin pagi, sepuluh tahun lalu, saya duduk di bandara sambil memutar lagu-lagu Pearl Jam yang belum pernah saya sentuh sebelumnya. Malam hari sebelumnya, hajatan Pearl Jam Nite (PJN) I dipanggungkan. Saya yang merasa alim ulama karena memegang jabatan moderator milis Pearl Jam ternyata kadar keimanan masih di bawah rata-rata. Sebelum PJN, pengetahuan agama saya hanya seputar Alive dan kroni-kroni Ten-nya. Apa itu Alone, Glorified G, dan juga Arc?
Setelah sepuluh tahun dan delapan hajatan PJN berlalu, Sabtu (28/2) lalu saya datang kembali ke Pearl Jam Nite IX yang diselenggarakan oleh Pearl Jam Indonesia bekerja sama dengan Eits Production. Venue-nya enak, di Red Box yang terletak di bilangan Wijaya, Jakarta Selatan. Event ini digelar setelah tahun lalu saya menunaikan ibadah haji - dalam konteks Pearl Jam - dengan datang ke maiden concert saya di Milan, Italia. Keimanan apa lagi yang bisa saya upgrade?
Terus terang, karena percaya diri dengan kadar keimanan, sebelum acara saya tidak terlalu merasakan buzz dan urgensi. Untuk penggemar yang bahkan bisa mengenali lagu Help Help hanya dari intronya, apakah ada yang baru di Pearl Jam Nite?
Setidaknya ada band baru. Immortality, band asal Cianjur yang melalui tahap seleksi. Omong-omong, sejak Pearl Jam Nite I, sepertinya baru kali ini ada tahapan seleksi lagi. Dulu, hasil seleksi mengenalkan saya ke band Dua Sisi, Frank, dan Freasbe. Lalu berbagai macam band, dan kini ada katalog baru dalam khasanah band lokal saya dalam wujud Immortality. Performers lainnya sudah pernah saya cicipi. BLD (Bandung Lost Dogs), Bittertone (kali ini pakai embel-embel @Fucking di tengah-tengah pahit-nada), dan Sonic Wood.
Saya terkejut ketika Immortality membawakan set yang di acara tribute Pearl Jam standar akan disimpan di akhir bagi headliners. Ada Jeremy, Corduroy, Betterman, dan Yellow Ledbetter. Bagi debutan, ini bisa jadi surga atau neraka. Surga karena resepsinya tentu oke, audiens rata-rata mengenali lagunya. Neraka karena salah satu not juga akan dicerna. Bila boleh menilai, pembaptisan Immortality sebagai alumni PJN rasanya berjalan dengan mulus. Set dilahap dengan baik, sound juga lancar, dan bintang tamu yang mereka datangkan (dari Medan) juga bermain sangat oke.
BLD tampil kemudian. Seperti biasa, set dibagi menjadi "keras" dan "lembut" yang ditandai dari vokalis. Ketika Arif tampil, maka set teriak macam World Wide Suicide menjadi sajian menu. Kemudian ketika berganti Ujhe yang acap disebut Ariel-nya BLD, set menjadi lebih kalem. Kali ini kejutan besar didatangkan ketika sosok makhluk manis naik ke atas panggung untuk menduetkan lagu John Doe berjudul Golden State. Eddie Vedder penah meng-cover lagu ini dengan berbagai biduanita, dari Corin Tucker hingga Natalie Maines.
Di luar ketidaklaziman dalam wujud Golden State, lagi-lagi saya cukup heran dengan jatah setlist yang dilahap BLD. Rockin in the Free World dan Spin the Black Circle sudah dibawakan oleh performers di awal acara. Saya sempat cek ke panitia menanyakan apakah ada lagu yang akan berulang? Tidak, kata panitia. So, lagu apalagi yang tersisa bagi sisa performers?
Daughter "dicuri" oleh Indonesian Bass Family (IBF). Ini juga kejutan yang menyenangkan, mendengarkan rendisi unik lima bassis membawakan lagu-lagu Pearl Jam. Selain Daughter yang dibawakan bersama Hasley, IBF juga melahap dua lagu funky, Dirty Frank (bersama Dhia) dan Rats (bersama Deddot). Di sela-sela lagu, terdapat improvisasi bass-solo yang mengagumkan. Jeff Ament saja tidak pernah diberi kesempatan di konser Pearl Jam.
Karena pernah menonton dan mengetahui kapasitas personilnya, saya menaruh harapan tinggi bagi Bittertone dan Sonic Wood. Dua headliners yang dipanggungkan malam itu. Dalam beberapa tradisi PJN terakhir, komunitas PJID jarang memberi pikatan headliners dalam wujud artis terkenal. Mereka lebih percaya diri dengan omnipotent band dari komunitas yang sudah dikenal. Mereka juga lebih terbuka untuk membawakan lagu-lagu diluar standar set populer.
Bicara mengenai sesuatu yang baru, saya bisa menebak lagu Pearl Jam dari satu dua bar yang dimainkan saat intro. Bolehlah bersombong sedikit ketika bersebelahan dengan "mbah"-nya komunitas, mas Reza Lubis, beberapa kali saya mendahului dirinya menebak lagu-lagu yang dibawakan band. Tapi ada satu lagu yang bahkan sampai setlist dirilis tak saya ketahui. Lagu itu dibawakan Bittertone di urutan pertama.
Usai melalui DJ-set yang (ehm) mengerikan, saya berpikir Bittertone jamming sekaligus tune in dengan memainkan set instrumental. Tapi lagu yang dibawakan agak terlampau rapi untuk ukuran tune in. Nomor instrumen yang gagah, karena banyak distorsi sehingga sekilas seperti mendengarkan jamming Mike Tremonti dan kawan-kawan. Saya berpendapat itu improvisasi Bittertone, mas Reza berpendapat lain. Ia merasa pernah mendengarkannya di album Pearl Jam Twenty. Belakangan, memang benar bahwa lagu yang dibawakan perdana itu adalah Creedy Stomp, lagu instrumental yang ada di soundtrack Pearl Jam Twenty. Sesuatu yang baru.
Bittertone melahap set mereka dengan sound yang rapat dan rapi. Drummer mereka, Fadil, menjadi tontonan baru dan menyuguhkan atraksi yang sangat memukau. Di set keras seperti Go, Whipping, atau Brain of J ia bermain seperti orang kesurupan. Sebaliknya ketika harus pelan di All or None, Fadil tetap selamat menjaga tempo.
Dua filler menarik disuguhkan Bittertone. Yang pertama adalah Yoda, vokalis kriwil yang entah dari mana mereka menemukannya. Ia bisa berteriak, oleh karena itu dipasangkanlah lagu Blood. Yang kedua, setelah BLD memanggungkan makhluk manis di tengah hawa testosteron, Bittertone mendatangkan Windy. Suaranya, meminjam istilah Ahmad Dhani, nge-rock. Disodorkanlah tiga lagu manis nan romantis, Wishlist, Light Years, dan Amongst the Waves. Mungkin karena manis, maka lagunya juga yang romantis. Meski suaranya jelas-jelas gahar.
Tapi kejutan itu tentu memberi warna. Sudah lama saya ingin mendengar rendisi yang berbeda dari lagu Pearl Jam. Paling gampang, tinggal disodorkan ke vokalis yang bukan mencoba jadi Eddie Vedder. Saya pikir, Light Years yang dibawakan oleh Bittertone wajib direkam dan diunggah di YouTube. Pasti banyak penggemar PJ yang akan suka.
Penampil pamungkas adalah Sonic Wood. Menjawab pertanyaan saya mengenai lagu-lagu hits yang sudah diambil performer di muka, maka apa yang tersisa bagi Sonic Wood?
Membuka dengan Rise, Nito dkk menyuguhkan setlist yang lumayan asing. Bagi kaum beriman seperti saya, tentu sangat senang mendengarkan Getaway, Lightning Bolt, dan God's Dice dibawakan. Tapi massa yang menyemuti bibir panggung mungkin menunggu materi dari tiga album pertama. Terbukti ketika Nothingman (featuring Che) dikumandangkan, koor paling "pecah" terjadi di Red Box.
Ketika di Milan, menonton PJ, saya baru menemukan bahwa Nothingman adalah lagu yang sangat koor-friendly dan luar biasa ketika didengar dalam konser. Sebelumnya, lagu dari album favorit saya tersebut masuk dalam klasifikasi Jeff's Ballad bersama dengan Low Light, No Way, dan Nothing as it Seems yang jarang diputar. Setelah konser, apresiasi saya terhadap Nothingman meningkat pesat. Makin dibuktikan dengan penampilan Sonic Wood kala membawakannya di Red Box.
Itulah guna konser. Yaitu untuk menambah iman terhadap musik yang kita sukai. Sebuah lagu akan memiliki dimensi lebih dalam ketika kita merasakannya dengan indera yang berlebih, tak sebatas pendengaran. Harus mengalami pula.
Di saat upaya menghajikan para penggemar Pearl Jam di Indonesia masih jauh panggang dari api, umrah-umrah dalam bentuk PJN ini senantiasa bisa meng-upgrade keimanan. Selepas acara, Faizal yang datang ke seluruh event PJN menghitung lagu-lagu baru yang baru menemukan debutnya. Di grup Facebook juga tak henti-henti membicarakan serunya acara semalam. Bagi saya, menulis setelah tiga hari event dan masih terasa buzz-nya adalah bukti sahih kesan yang didapat.
Iman yang diperoleh tentunya akan mengamini apa yang disebut dalam ayat Faithfull. Bahwa haji Pearl Jam akan terjadi bagi siapapun yang beriman.
"We're faithfull, we all believe."
Foto courtesy of Ali Reza
Highlight Pearl Jam Nite IX
Yellow Ledbetter (Immortality feat Dudi)
Di tengah set yang oke, vokalis Immortality memanggil kawannya asal Medan yang akan menyanyikan Yellow Ledbetter. Oke, saya agak ragu awalnya, tetapi ternyata ia membuktikan pameo orang Batak bisa bernyanyi apa saja.
Golden State (BLD feat Allya)
BLD membawakan versi John Doe sebetulnya, karena Vedder hanya pernah membawakan versi akustik. Tidak sempurna memang, karena beberapa nada lari (duh, perfeksionis!). Tetapi ini adalah kejutan pertama yang sangat menyenangkan di PJN IX.
Rats (IBF feat Deddot)
Potensi funky lagu ini sangat berhasil diejawantahkan oleh IBF. Deddot juga, kalau boleh dibilang, sempurna memberikan melodi bagi rhytm and groove. Saya sempat merinding ketika "Ben the two of us need look no more..."
Creedy Stomp (Bittertone)
Tanpa mengetahui bahwa ini lagu Pearl Jam saja saya sangat menikmati jam-session yang oke ini. Bittertone meneguhkan kualitas kohesi band-nya meski saya sempat ragu karena mereka absen cukup lama dan ditambah personil baru di departemen drum.
Smile (Bittertone)
Koor pertama pecah di lagu ini. Saya pikir, ketika lagu ini berkumandang, penonton yang awam di RedBox (bukan alumnus PJN sebelumnya, atau bahkan yang bukan anggota PJID) akan merasa kagum dengan kaum-kaum beriman yang lantang meneriakkan "I miss you already..."
Light Years (Bittertone feat Windy)
Terlepas dari eye-pleasing event (uhuk), tapi lagu ini ketika dibawakan dengan vokal Windy, cukup keluar dan memberi dimensi baru. Saya sangat menunggu rekaman dari lagu ini dirilis panitia. Beberapa kali terpikir kalau lagu ini disebarkan di forum internasional PJ, mungkin akan mendapat sambutan oke.
Gonna See My Friend (Sonic Wood)
Bicara mengenai mempertebal keimanan, saya penasaran berapa audiens yang usai event kembali menggali lagu ini. Setidaknya untuk menostalgia groove yang diterjemahkan sempurna oleh Sonic Wood sebagai satu tim musisi-musisi berbakat.
Nothingman (Sonic Wood feat Che)
Kali ini audiens yang menjadi bintangnya. Standar tinggi koor yang terjadi saat konser tetap dipenuhi oleh audiens Red Box yang menjadikan signifikasi jumlah audiens tidak berbanding lurus dengan pengalaman ruhaniah. Milan dengan 80.000 penonton dan Red Box dengan 200-an penonton. Tetap merinding cuy!
Sebagaimana dalil agama, iman itu perlu di-upgrade. Bila di agama bisa membaca atau mendengar resital ayat kitab suci, maka bagi penggemar PJ tentu mendengarkan lagu. Taraf iman paling rendah adalah mendengar lagu dari iTunes, dan yang paling hardcore, diwajibkan minimal sekali bagi kaum beriman adalah berhaji dengan datang ke konser Pearl Jam.
Di sela-selanya ada ibadah umrah, datang ke konser tributasi untuk PJ yang diadakan bagi penggemar yang belum mampu berhaji. Analoginya demikian. Tujuannya tetap sama, untuk meng-upgrade keimanan kita terhadap Pearl Jam.
Senin pagi, sepuluh tahun lalu, saya duduk di bandara sambil memutar lagu-lagu Pearl Jam yang belum pernah saya sentuh sebelumnya. Malam hari sebelumnya, hajatan Pearl Jam Nite (PJN) I dipanggungkan. Saya yang merasa alim ulama karena memegang jabatan moderator milis Pearl Jam ternyata kadar keimanan masih di bawah rata-rata. Sebelum PJN, pengetahuan agama saya hanya seputar Alive dan kroni-kroni Ten-nya. Apa itu Alone, Glorified G, dan juga Arc?
Setelah sepuluh tahun dan delapan hajatan PJN berlalu, Sabtu (28/2) lalu saya datang kembali ke Pearl Jam Nite IX yang diselenggarakan oleh Pearl Jam Indonesia bekerja sama dengan Eits Production. Venue-nya enak, di Red Box yang terletak di bilangan Wijaya, Jakarta Selatan. Event ini digelar setelah tahun lalu saya menunaikan ibadah haji - dalam konteks Pearl Jam - dengan datang ke maiden concert saya di Milan, Italia. Keimanan apa lagi yang bisa saya upgrade?
Terus terang, karena percaya diri dengan kadar keimanan, sebelum acara saya tidak terlalu merasakan buzz dan urgensi. Untuk penggemar yang bahkan bisa mengenali lagu Help Help hanya dari intronya, apakah ada yang baru di Pearl Jam Nite?
Setidaknya ada band baru. Immortality, band asal Cianjur yang melalui tahap seleksi. Omong-omong, sejak Pearl Jam Nite I, sepertinya baru kali ini ada tahapan seleksi lagi. Dulu, hasil seleksi mengenalkan saya ke band Dua Sisi, Frank, dan Freasbe. Lalu berbagai macam band, dan kini ada katalog baru dalam khasanah band lokal saya dalam wujud Immortality. Performers lainnya sudah pernah saya cicipi. BLD (Bandung Lost Dogs), Bittertone (kali ini pakai embel-embel @Fucking di tengah-tengah pahit-nada), dan Sonic Wood.
Saya terkejut ketika Immortality membawakan set yang di acara tribute Pearl Jam standar akan disimpan di akhir bagi headliners. Ada Jeremy, Corduroy, Betterman, dan Yellow Ledbetter. Bagi debutan, ini bisa jadi surga atau neraka. Surga karena resepsinya tentu oke, audiens rata-rata mengenali lagunya. Neraka karena salah satu not juga akan dicerna. Bila boleh menilai, pembaptisan Immortality sebagai alumni PJN rasanya berjalan dengan mulus. Set dilahap dengan baik, sound juga lancar, dan bintang tamu yang mereka datangkan (dari Medan) juga bermain sangat oke.
BLD tampil kemudian. Seperti biasa, set dibagi menjadi "keras" dan "lembut" yang ditandai dari vokalis. Ketika Arif tampil, maka set teriak macam World Wide Suicide menjadi sajian menu. Kemudian ketika berganti Ujhe yang acap disebut Ariel-nya BLD, set menjadi lebih kalem. Kali ini kejutan besar didatangkan ketika sosok makhluk manis naik ke atas panggung untuk menduetkan lagu John Doe berjudul Golden State. Eddie Vedder penah meng-cover lagu ini dengan berbagai biduanita, dari Corin Tucker hingga Natalie Maines.
Di luar ketidaklaziman dalam wujud Golden State, lagi-lagi saya cukup heran dengan jatah setlist yang dilahap BLD. Rockin in the Free World dan Spin the Black Circle sudah dibawakan oleh performers di awal acara. Saya sempat cek ke panitia menanyakan apakah ada lagu yang akan berulang? Tidak, kata panitia. So, lagu apalagi yang tersisa bagi sisa performers?
Daughter "dicuri" oleh Indonesian Bass Family (IBF). Ini juga kejutan yang menyenangkan, mendengarkan rendisi unik lima bassis membawakan lagu-lagu Pearl Jam. Selain Daughter yang dibawakan bersama Hasley, IBF juga melahap dua lagu funky, Dirty Frank (bersama Dhia) dan Rats (bersama Deddot). Di sela-sela lagu, terdapat improvisasi bass-solo yang mengagumkan. Jeff Ament saja tidak pernah diberi kesempatan di konser Pearl Jam.
Karena pernah menonton dan mengetahui kapasitas personilnya, saya menaruh harapan tinggi bagi Bittertone dan Sonic Wood. Dua headliners yang dipanggungkan malam itu. Dalam beberapa tradisi PJN terakhir, komunitas PJID jarang memberi pikatan headliners dalam wujud artis terkenal. Mereka lebih percaya diri dengan omnipotent band dari komunitas yang sudah dikenal. Mereka juga lebih terbuka untuk membawakan lagu-lagu diluar standar set populer.
Bicara mengenai sesuatu yang baru, saya bisa menebak lagu Pearl Jam dari satu dua bar yang dimainkan saat intro. Bolehlah bersombong sedikit ketika bersebelahan dengan "mbah"-nya komunitas, mas Reza Lubis, beberapa kali saya mendahului dirinya menebak lagu-lagu yang dibawakan band. Tapi ada satu lagu yang bahkan sampai setlist dirilis tak saya ketahui. Lagu itu dibawakan Bittertone di urutan pertama.
Usai melalui DJ-set yang (ehm) mengerikan, saya berpikir Bittertone jamming sekaligus tune in dengan memainkan set instrumental. Tapi lagu yang dibawakan agak terlampau rapi untuk ukuran tune in. Nomor instrumen yang gagah, karena banyak distorsi sehingga sekilas seperti mendengarkan jamming Mike Tremonti dan kawan-kawan. Saya berpendapat itu improvisasi Bittertone, mas Reza berpendapat lain. Ia merasa pernah mendengarkannya di album Pearl Jam Twenty. Belakangan, memang benar bahwa lagu yang dibawakan perdana itu adalah Creedy Stomp, lagu instrumental yang ada di soundtrack Pearl Jam Twenty. Sesuatu yang baru.
Bittertone melahap set mereka dengan sound yang rapat dan rapi. Drummer mereka, Fadil, menjadi tontonan baru dan menyuguhkan atraksi yang sangat memukau. Di set keras seperti Go, Whipping, atau Brain of J ia bermain seperti orang kesurupan. Sebaliknya ketika harus pelan di All or None, Fadil tetap selamat menjaga tempo.
Dua filler menarik disuguhkan Bittertone. Yang pertama adalah Yoda, vokalis kriwil yang entah dari mana mereka menemukannya. Ia bisa berteriak, oleh karena itu dipasangkanlah lagu Blood. Yang kedua, setelah BLD memanggungkan makhluk manis di tengah hawa testosteron, Bittertone mendatangkan Windy. Suaranya, meminjam istilah Ahmad Dhani, nge-rock. Disodorkanlah tiga lagu manis nan romantis, Wishlist, Light Years, dan Amongst the Waves. Mungkin karena manis, maka lagunya juga yang romantis. Meski suaranya jelas-jelas gahar.
Tapi kejutan itu tentu memberi warna. Sudah lama saya ingin mendengar rendisi yang berbeda dari lagu Pearl Jam. Paling gampang, tinggal disodorkan ke vokalis yang bukan mencoba jadi Eddie Vedder. Saya pikir, Light Years yang dibawakan oleh Bittertone wajib direkam dan diunggah di YouTube. Pasti banyak penggemar PJ yang akan suka.
Penampil pamungkas adalah Sonic Wood. Menjawab pertanyaan saya mengenai lagu-lagu hits yang sudah diambil performer di muka, maka apa yang tersisa bagi Sonic Wood?
Membuka dengan Rise, Nito dkk menyuguhkan setlist yang lumayan asing. Bagi kaum beriman seperti saya, tentu sangat senang mendengarkan Getaway, Lightning Bolt, dan God's Dice dibawakan. Tapi massa yang menyemuti bibir panggung mungkin menunggu materi dari tiga album pertama. Terbukti ketika Nothingman (featuring Che) dikumandangkan, koor paling "pecah" terjadi di Red Box.
Ketika di Milan, menonton PJ, saya baru menemukan bahwa Nothingman adalah lagu yang sangat koor-friendly dan luar biasa ketika didengar dalam konser. Sebelumnya, lagu dari album favorit saya tersebut masuk dalam klasifikasi Jeff's Ballad bersama dengan Low Light, No Way, dan Nothing as it Seems yang jarang diputar. Setelah konser, apresiasi saya terhadap Nothingman meningkat pesat. Makin dibuktikan dengan penampilan Sonic Wood kala membawakannya di Red Box.
Itulah guna konser. Yaitu untuk menambah iman terhadap musik yang kita sukai. Sebuah lagu akan memiliki dimensi lebih dalam ketika kita merasakannya dengan indera yang berlebih, tak sebatas pendengaran. Harus mengalami pula.
Di saat upaya menghajikan para penggemar Pearl Jam di Indonesia masih jauh panggang dari api, umrah-umrah dalam bentuk PJN ini senantiasa bisa meng-upgrade keimanan. Selepas acara, Faizal yang datang ke seluruh event PJN menghitung lagu-lagu baru yang baru menemukan debutnya. Di grup Facebook juga tak henti-henti membicarakan serunya acara semalam. Bagi saya, menulis setelah tiga hari event dan masih terasa buzz-nya adalah bukti sahih kesan yang didapat.
Iman yang diperoleh tentunya akan mengamini apa yang disebut dalam ayat Faithfull. Bahwa haji Pearl Jam akan terjadi bagi siapapun yang beriman.
"We're faithfull, we all believe."
Foto courtesy of Ali Reza
Highlight Pearl Jam Nite IX
Yellow Ledbetter (Immortality feat Dudi)
Di tengah set yang oke, vokalis Immortality memanggil kawannya asal Medan yang akan menyanyikan Yellow Ledbetter. Oke, saya agak ragu awalnya, tetapi ternyata ia membuktikan pameo orang Batak bisa bernyanyi apa saja.
Golden State (BLD feat Allya)
BLD membawakan versi John Doe sebetulnya, karena Vedder hanya pernah membawakan versi akustik. Tidak sempurna memang, karena beberapa nada lari (duh, perfeksionis!). Tetapi ini adalah kejutan pertama yang sangat menyenangkan di PJN IX.
Rats (IBF feat Deddot)
Potensi funky lagu ini sangat berhasil diejawantahkan oleh IBF. Deddot juga, kalau boleh dibilang, sempurna memberikan melodi bagi rhytm and groove. Saya sempat merinding ketika "Ben the two of us need look no more..."
Creedy Stomp (Bittertone)
Tanpa mengetahui bahwa ini lagu Pearl Jam saja saya sangat menikmati jam-session yang oke ini. Bittertone meneguhkan kualitas kohesi band-nya meski saya sempat ragu karena mereka absen cukup lama dan ditambah personil baru di departemen drum.
Smile (Bittertone)
Koor pertama pecah di lagu ini. Saya pikir, ketika lagu ini berkumandang, penonton yang awam di RedBox (bukan alumnus PJN sebelumnya, atau bahkan yang bukan anggota PJID) akan merasa kagum dengan kaum-kaum beriman yang lantang meneriakkan "I miss you already..."
Light Years (Bittertone feat Windy)
Terlepas dari eye-pleasing event (uhuk), tapi lagu ini ketika dibawakan dengan vokal Windy, cukup keluar dan memberi dimensi baru. Saya sangat menunggu rekaman dari lagu ini dirilis panitia. Beberapa kali terpikir kalau lagu ini disebarkan di forum internasional PJ, mungkin akan mendapat sambutan oke.
Gonna See My Friend (Sonic Wood)
Bicara mengenai mempertebal keimanan, saya penasaran berapa audiens yang usai event kembali menggali lagu ini. Setidaknya untuk menostalgia groove yang diterjemahkan sempurna oleh Sonic Wood sebagai satu tim musisi-musisi berbakat.
Nothingman (Sonic Wood feat Che)
Kali ini audiens yang menjadi bintangnya. Standar tinggi koor yang terjadi saat konser tetap dipenuhi oleh audiens Red Box yang menjadikan signifikasi jumlah audiens tidak berbanding lurus dengan pengalaman ruhaniah. Milan dengan 80.000 penonton dan Red Box dengan 200-an penonton. Tetap merinding cuy!
6 komentar
hehe iya setlist SW lumayan asing ya ... tapi tujuannya sebenarnya emang mengakomodir semua album utama, sayang di last minute Thumbing My Way dicoret dan Arc batal ... lalu bicara sesuatu yang baru, sebelum GSMF ada snippet kecil < 1 menit, instrumental ... rasanya yang ngeh juga sedikit :) Thanks for the excellent writing brother, as usual!
tulisannya adem banget man. memuaskan!
terima kasih sudah menyelenggarakan paket umrah seperti ini...salute n respect...nothingman adalah cinta pertama saya pada PJ begitupun dgn vitalogy adl album favourite saya..gila emosional banget koor bareng saudara2 seiman di lagu ini...gak kebayang ledakan eargasmnya kalo di majelis syeik vedder langsung dgn ribuan jamaahnya...(masih wishlist aja)
Intro sebelum gonna see my friend, itu pink floyd mas? Instellar bukan
~draCill
100 bro Dra!
mungkin ini yg buat gw msh mskin cuma Pearl Jam di playlist hp, pasang di shuffle, denger apapun yg dikasi, utk menguji 'keimanan' katanya, jadi kmarin cuma miss 4 lagu yg ga ngerti... hahaha
Posting Komentar