Nyali Besar Navicula

Kala situasi kian menjepit musisi, konsistensi akan menentukan mana pejuang dan mana yang hanya menapaki tangga popularitas. Ketika penj...


Kala situasi kian menjepit musisi, konsistensi akan menentukan mana pejuang dan mana yang hanya menapaki tangga popularitas. Ketika penjualan konvensional album musik tak lagi menguntungkan, beberapa musisi menapaki model bisnis lain dengan berbagai cara.

Ide yang menurut saya cemerlang, so far belum menemukan digunakan oleh musisi lain, dilakukan oleh Navicula. Untuk album kedelapan mereka, berjudul Tatap Muka, penjualan konvensional mereka adalah berformat DVD. Dengan membeli DVD (fisik), maka pembeli akan mendapatkan kode unduh untuk mendapatkan versi digital audio delapan buah lagu dari album baru. Ini tentu strategi baru, karena umumnya musisi menjual album audio (fisik) yang berbonus DVD sebagai gimmick.

Pola yang dilakukan Navicula bisa saya sebut brilian karena mereka jelas mengurangi ongkos produksi untuk membuat produksi ganda keping cakram padat. Bila mengikuti pola konvensional, mereka harus mencetak cakram untuk audio (CD) dan video (DVD). Melihat pola konsumen yang cenderung mendengarkan musik dari berkas digital (kalaupun beli audio CD akan di-rip juga), maka opsi menggulirkan audio CD cenderung agak mubazir. Saya, setidaknya, masih sering beli CD tapi beli juga iTunes (atau ripping CD ke format digital).

DVD relatif jarang dibajak, dan masih diminati oleh konsumen. Entah sampai berapa tahun, mengikuti makin pesatnya jaringan pitalebar yang memungkinkan unduh video. Tapi di situs atau portal P2P juga agak jarang yang berbagi materi video.

Dengan membeli rilisan fisik berupa DVD, pola konsumen album Navicula akan cenderung untuk menonton versi video-nya terlebih dahulu, sebelum menuruti perintah untuk mengunduh album audionya via Bandcamp. Ini juga merupakan konsep promosi menarik, karena menggabungkan paket promosi melalui videoklip dan menikmati suguhan penuh album dalam satu paket.

Made, pembetot bas Navicula, mengatakan kendala biaya menjadi salah satu pemikiran untuk merilis album dengan jumlah (hanya) delapan lagu. Apakah kendala biaya juga menjadi concern sehingga mereka melakukan live take dan akhirnya merilis hanya keping videonya saja? Saya tidak tahu. Bila iya, respek saya malah makin tinggi kepada siapapun yang punya ide ini.

Tatap Muka berisi delapan lagu yang direkam secara live di Rumah Topeng. Agak berbelok dari pakem populer mereka (band dengan hingar-bingar distorsi), Navicula tampil big-band dengan memanfaatkan instrumen akustik (perkusi, piano, cello, dan tentunya gitar, bas, serta drum). Ambience ini didukung dengan lokasi rekaman yang merupakan bale (hall) dengan karakter akustik yang khas (menurut Robi). Konsep musik ini, merujuk kredit, diproduksi oleh Antida Music Recording.

Erick Est, yang membidani beberapa video Navicula (Mafia Hukum, Busur Hujan, dan sebagainya) memvisualkan live take yang dilakukan oleh band asal Bali ini. Est menghadirkan murni dokumentasi, yang sepenuhnya bergantung pada editing untuk merangkai gambar. Pola ini membawa audiens untuk berada dalam ruangan yang sama dengan Navicula yang didukung oleh pemain adisional pada instrumen gitar, cello, piano, perkusi dan ekstra penyanyi latar. Karena live take, maka mereka juga menjadi lakon yang dirangkum dalam bingkai kamera.

Delapan lagu yang disajikan juga memenuhi pakem vintage yang coba disuguhkan. Beberapa lagu terdengar seperti konsep southern folk/rock yang tengah tren dengan skena posmilenial rock di Amerika. Apakah ini akan mengejutkan followers mereka yang notabene mengidentikkan Navicula dengan skena grunge? Tentu!

Namun, mengutip Dankie, Navicula adalah band yang selalu tertantang untuk membesut "what next" setelah mencapai titik-titik milestone karier mereka. Besar di skena distorsi, vokal dalam berbagai aktivisme, atau rekaman di luar negeri justru membuat mereka kian berani untuk keluar dari zona nyaman. Inilah kedewasaan, kata Dankie, yang coba ditunjukkan oleh Navicula,

Membuat album dengan format live, yang prosesnya bisa disaksikan gamblang melalui DVD-nya juga membutuhkan nyali besar. Navicula, menurut saya, sudah sampai pada tahapan di mana mereka justru sangat nyaman dan percaya diri dengan karya mereka. Tidak lagi memikirkan apa yang akan dikatakan oleh orang lain, dan (level nyali terbesarnya) yakin bahwa penggemar akan mengapresiasi karya mereka.

Di luar itu semua, mereka tetaplah Navicula. Kita masih bisa mendengarkan tema-tema mengenai cinta (meski tidak identik, tapi tema ini selalu ada sepanjang diskografi mereka), lingkungan, hak asasi manusia, dan spiritualisme. Mungkin penggemar akan sedikit kehilangan signatur sound mereka, tetapi absennya raungan gitar dan gebukan agresif drum dari Gembul justru bisa menajamkan penghayatan kita terhadap apa yang dinyanyikan Robi. Tema lirik bisa menjadi bintang utama di album ini.

Kini, akan menarik bagaimana mereka akan mengombinasikan repertoir dari album Tatap Muka dengan portfolio menghentak mereka dalam balutan konser. Karena, meski di album sebelumnya juga memuat beberapa lagu yang sekarakter (single pertama Tatap Muka, Merdeka, bahkan merupakan rework dari lagu yang ada di Beautiful Rebel), namun format big-band (yang dihadirkan dalam wujud filler cello, perkusi, dan piano) menjadi elemen integral yang susah saya bayangkan untuk dibawa ke konser mereka.

Apakah akan diseret ke simplifikasi? Ah, itu nanti saja. Bila Navicula bisa mengatasi hambatan biaya dengan menelurkan ide brilian merilis format album, maka perkara membawakan lagu dalam konser adalah perkara enteng.

Tatap Muka (Navicula, 2015) bisa dibeli di sini. Foto merupakan sampul album Tatap Muka (courtesy of Navicula).

Related

STICKY 1532543894585851009

Posting Komentar Default Comments

Hot in WeekRecentComments

Recent

Konser Green Day, Redemsi yang Mengisi Memori

Konser Green Day di Jakarta, Sabtu (15/2) lalu membuka banyak catatan bagi diri saya. Hajatan tersebut menjadi redemsi bagi saya atas ikhtiar yang tertunda setengah dekade.Sekitaran hari ini, lima tah...

Konser Pearl Jam Nite XII, Energi dari Kolektivitas Penampilan

Lama tak dihelat, Pearl Jam Nite XII meluncur di Bandung. Event bertajuk Alive at The Star ini diadakan di (sesuai namanya) The Star, yang menyatu dengan Avery Hotel Bandung pada hari Sabtu, 9 Novembe...

Narasi Reaktif untuk Album Pearl Jam, Dark Matter

Terpaut 4 tahun dari album terakhirnya, Pearl Jam kembali dengan meluncurkan Dark Matter yang dirilis tengah malam WIB tadi (19 April 2024).Album sebelumnya, Gigaton (2020) memegang rekor sebagai albu...

Suar Industri Sinema dalam Film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

Menonton "Jatuh Cinta Seperti di Film-Film" mengingatkan lagi memori sekitar awal 2000-an, mengenai jalur apa yang mesti diambil sinema Indonesia agar bisa bersaing dan punya unique selling point?Pada...

Kedekatan Dune dan Konteks Dunia Nyata

Sebagai penonton yang lumayan paham dengan sejarah Islam dan sedikit dunia Arab, film Dune jadi bisa dinikmati lebih dalam.Ada yang belum menonton Dune? Saat ini seri keduanya tengah mengisi gedung pe...

Comments

Anonymous:

Katanya menjadi ustadz,ini kok pendeta?

Faizal jam:

selalu renyah membaca tulisan helman ini, bahasa luwes & ringan, sehingga ga bosen membacanya. cuma masukan aja, ada tradisi dari PJ nite 1 hingga ke-12, yaitu koor bareng antara vocalist & au...

papa4d:

Thanks on your marvelous posting! I seriously enjoyed reading it, you may be a great author

Anonymous:

"It seems silly, like, 'We cannot have real roulette however we will to} have this,' " Lockwood says. "But it is certified everywhere in the the} country as a slot machine, not ...

Anonymous:

In Germany and lots of|and lots of} other countries, the earnings from lotteries and betting swimming pools are used to subsidize newbie sports. Major League Soccer the highest soccer league within th...

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item