Masterpiece dari Nyinyir
Nyinyir ternyata bisa juga dituangkan jadi karya kreatif. Eddie Vedder nyinyir berat terhadap cara pandang Kurt Cobain yang (jika benar...
https://www.helmantaofani.com/2015/07/masterpiece-dari-nyinyir.html
Nyinyir ternyata bisa juga dituangkan jadi karya kreatif.
Eddie Vedder nyinyir berat terhadap cara pandang Kurt Cobain yang (jika benar) memilih bunuh diri sebagai solusi. Vedder menuangkannya sebagai materi yang membentuk album ketiga Pearl Jam, Vitalogy (1994). Dalam teori Vedder, Cobain memilih jalan "better to burn out, than to fade away" ini karena tiga hal.
A. Tidak kuat menanggung beban setelah didapuk jenius oleh media dan penggemar. Sangsi apakah bisa bikin karya oke lagi seperti sebelumnya? Apakah bisa memenuhi ekspektasi dan tuntutan dari fans? Gejala penurunan mulai nampak ketika In Utero (1993) tak seindah penjualan Nevermind (1991).
B. Tidak ingin popularitas meredup, dan mengambil kutipan lagu "Hey Hey My My" tersebut dengan cara paling ekstrim! Masuk Club 27 dan bakal terkenal selamanya. Cobain, sebagaimana tertangkap di buku biografi Heavier Than Heaven adalah seorang nihilis.
C. Pengaruh buruk lingkungan sekitar, yang membuat Cobain hanya percaya pada bayinya (Frances Bean). Semua di sekeliling Cobain, jelang meninggal, memang parasit semua. Novoselic dan Grohl, rekan satu band-nya, justru sama sekali gagal masuk di lingkaran personal Cobain. Mereka hanya bertemu ketika konser dan di studio.
Poin A membuahkan lirik "Corduroy" yang berkisah daari sudut pandang paralel Vedder menyikapi beban sebagai superstar. Stay humble, tetep bikin karya yang menurut penilaianmu bagus. Demikian solusi Vedder. Bukan kata media atau pengamat. Inilah trigger "sabotase karier" yang membuahkan album No Code (1996) bagi Pearl Jam. Masa bodoh dengan popularitas. Hidup lebih penting. "Live is the best revenge," kata Vedder.
Vedder juga tidak ambil pusing terhadap ekspektasi fans. Lagu "Not For You" itu statement mempersilahkan fans yang ngga suka (terhadap musik Pearl Jam) untuk lebih baik mendengarkan Nickelback saja. Nickelback tentu belum eksis tahun 1994, saya hanya bercanda. Lagu ini juga relevan buat poin C di atas (bukan untuk parasit di sekitar persona macam Cobain).
Nyinyir kelas berat berputar di kutipan "some die just to live" pada lagu "Immortality". Awalnya lagu ini ditulis nyaris seketika setelah Cobain meninggal. Vedder belum tahu apa sebab Cobain bunuh diri.
Asumsi awal, dan berdasar suicide note, Kurt ingin masuk deretan immortal dengan mati di puncak popularitas (dan usia 27 tahun). Lirik awal " Immortality" terang bicara tentang Cobain, sebelum akhirnya agak dimodifikasi menjadi dual-meaning dengan masuknya tema eksploitasi agama oleh pendakwah (evangelist) di televisi. Keduanya menawarkan keabadian.
Vitalogy memang album nyinyir. Termasuk Better Man yang disangka orang sebagai lagu cinta juga sebetulnya nyinyir. Bukan sebagai gombalan "...wah, aku ngga bisa cari orang yang lebih baik darimu". Tapi lebih ke "...ngga bisa cari orang yang lebih baik apa?"
Kurang nyinyir apalagi? Untung waktu itu belum ada media sosial. Kalau jaman sekarang, nyinyir-nya Vedder pasti sudah habis dicicil menjadi status-status di Twitter atau Facebook.
Nyinyir itu sebetulnya karya sastra juga. Ia punya konteks ekstrinsik yang time-bound, relevan dengan isu, serta membutuhkan pemahaman mengenai satir untuk mengurainya. Bila jadi karya litera, potensi masterpiece-nya besar. Sayang bila dibiarkan hanya berceceran di media sosial saja.
Posting Komentar