Roger Ebert dan Pearl Jam
Penggemar film tentu tak akan asing dengan Roger Ebert, kritikus film yang namanya paling sering muncul di kover-kover DVD (yes, termasuk...
https://www.helmantaofani.com/2016/03/roger-ebert-dan-pearl-jam.html?m=0
Penggemar film tentu tak akan asing dengan Roger Ebert, kritikus film yang namanya paling sering muncul di kover-kover DVD (yes, termasuk DVD bajakan limaribuan). Ebert adalah kritikus film paling diperhitungkan di Amerika. Review-nya selalu dinanti publik untuk menjadi patokan.
Saya sendiri kurang tahu seperti apa bentuk review Roger Ebert sebelumnya. Saya berpikir jika Ebert ini adalah seorang yang konservatif. Duduk mengangkat kaki sambil menyeruput teh ketika membuat apresiasi sebuah film (ingat sosok kritikus makanan di film Ratatouille?). Mungkin pandangannya juga sangat "cetakan" yang strict dengan standar-standar tertentu ketika menilai sebuah film.
Namun, setelah membaca review Ebert untuk film Song Sung Blue, pendapat saya sedikit berubah. Song Sung Blue adalah film dokumenter tentang pasangan asal Milwaukee yang bernama Mike dan Claire Sardina. Mereka dikenal di kancah musik lokal dengan nama "Lightning and Thunder".
Di sini Ebert menggunakan lagu Pearl Jam yang berjudul "Love Boat Captain" sebagai media apresiasinya terhadap pasangan Sardina. Kebetulan, dalam Song Sung Blue ada satu scene tentang Lightning and Thunder yang jamming di atas panggung bersama Pearl Jam menyanyikan "Forever in Blue Jeans", lagu milik Neil Diamond. Review-nya bisa dibaca di sini.
Bukan karena membawa lirik Pearl Jam dalam review-nya lantas pandangan saya tentang Ebert berubah. Namun, itu hanyalah salah satu bukti sensibilitas Ebert dalam menilai sebuah film. Mungkin dia memang sudah uzur, dan orang-orang sepantarannya akan terjebak dalam frame "kolot" sesuai dengan era-nya. Tapi Ebert masih bisa menikmati dengan baik karya-karya baru dari banyak disiplin seni. Dari caranya menggunakan lirik lagu Pearl Jam (yang bukan dari "hits" mereka) membuktikan bahwa dirinya memang terbuka dengan perkembangan seni pada umumnya.
Ada dua kesimpulan mendasar yang melandasi kenapa dengan premis itu saya bisa mengambil kesimpulan bahwa Ebert orang yang terbuka. Yang pertama adalah dia mungkin seorang penggemar Pearl Jam. Dalam review tersebut memang sedikit mengindikasikan pengetahuan Ebert tentang karakter Eddie Vedder di mana tidak banyak orang awam paham. Jika memang benar (dirinya adalah Jamily), maka itu hal yang tidak lazim mengingat demografi penggemar Pearl Jam tidak pada range usianya.
Dengan demikian, dibutuhkan pikiran terbuka dari seorang Ebert. Saya terkesan dengan review yang ditulisnya untuk film Song Sung Blue yang menggabungkan pengetahuan musik dengan film.
Jadi tak heran jika selama satu dekade lebih Ebert masih mampu membuktikan diri sebagai kritikus handal. Sebagai seorang "kurator" dalam dunia film, seorang seperti Ebert memang tidak boleh konservatif, karena seni sebagai aktualisasi peradaban akan senantiasa berkembang. Ebert sudah membuktikan dengan sensibilitasnya.
Bahkan dirinya mencetak sejarah sebagai kritikus film pertama yang diabadikan telapak tangannya di Hollywood Walk of Fame.
Posting Komentar