Budaya Ngopi di Vietnam
https://www.helmantaofani.com/2017/03/budaya-ngopi-di-vietnam.html?m=0
Kopi menjadi incaran suvenir untuk dibawa pulang turis dari Vietnam.
Sebagai produsen kopi kedua terbesar, ditambah dengan budaya ngopi yang kental di masyarakatnya, Vietnam memang gencar mempromosikan kopi mereka. Tak hanya kualitas bijinya, namun juga metode seduh dengan phin-nya yang populer.
Bicara metode seduh, ada perbedaan sedikit tentang ciri khas menyeduh kopi di utara dan selatan.
Di utara, dengan cuaca yang lebih dingin, minuman yang populer adalah ca phe sua atau kopi susu yang disajikan hangat. Ini metode yang kita kenal, disuguhkan dengan cangkir dan phin yang masih menempel. Setelah selesai, kita mengaduk sendiri. Bila ingin dingin, disediakan gelas berisi es batu.
Di selatan, dengan cuaca yang panas, minuman favorit di sini adalah ca phe sua da, atau es kopi susu. Beda dengan di utara, pesanan kopi susu sudah disajikan siap minum. Tanpa phin dan sudah dicampur. Tinggal aduk sedikit dan siap minum.
Kedai dan produk kopi paling terkenal di Vietnam adalah Trung Nguyen. Secara default, kopi yang disajikan di warung-warung adalah Trung Nguyen. Produk retail mereka, kopi saset G7 juga sangat populer. Itu adalah kopi siap saji, ada yang sudah dicampur gula, atau gula dan susu.
Bila ingin membeli bubuknya saja, ada berbagai nomor yang menunjukkan grade. Makin tinggi (tertinggi grade 8) makin mahal. Semua varian Trung Nguyen punya grade yang menjadi indikator, pengganti asal kopi.
Di kedai Trung Nguyen Legend yang tersebar di Vietnam, kita bisa memilih grade superiornya, atau grade 8 yang dijual lebih dari sejuta VND untuk 500 gram. Atau mungkin ingin membeli bijinya, tersedia juga di sana dengan harga yang cukup murah. Per-kilonya, untuk grade 5 (medium grade) sekitar 350.000 VND (sekitar 300.000 rupiah).
Selain Trung Nguyen, kini mulai banyak produk kopi yang mengincar kelas atas. Merk kopi seperti Phuc Long menjual kopi yang tertera originnya. Ada 100% arabica cherry, culi, moka, dan ada pula yang berupa blend dengan keterangan bisa dibaca di bagian belakang.
Demam third wave juga mulai melanda Saigon dengan beberapa kafe menjual kopi artisan produksi mereka. Kopi premium ini mulai dikemas dengan bagus untuk dijual sebagai suvenir. Ada yang dipaketkan dengan mug, tumbler, atau phin.
Saya belum menemukan kopi artisan yang mencantumkan tanggal dan level roasting. Ketika bertanya ke barista Trung Nguyen, ia bilang kopi yang mereka jual semuanya untuk filter dan drip. Bukan untuk espresso. Untuk espresso mereka menggunakan inhouse blend yang tidak dijual retail.
Espresso-based juga mulai diminati. Ini ditandai dengan mulai munculnya menu-menu espresso-based seperti capuccino dan caffe latte. Di Hanoi, harga untuk cappuccino dengan latte art dibanderol lebih mahal dibanding tanpa latte art.
Sebagai catatan, menu untuk pesan ca phe sua dipisahkan dengan espresso-based. Saya sempat kebingungan mencari ca phe sua di deretan menu espresso-based.
Kopi Vietnam didominasi robusta. Sebagian besar Trung Nguyen. Ia menyediakan citarasa yang khas, ketika dicampur dengan susu membuat identitas yang mudah dikenal. Susunya juga khusus. Di utara, susu dengan kandungan garam diminati sebagai pemanis kopi. Di selatan lebih bervariasi. Sama seperti teh tarik dan Carnation, susu yang digunakan juga mempunyai merk khusus. Vinamilk adalah merk yang jamak di sana, semacam Indomilk.
Budaya ngopi juga lekat dengan warga Vietnam. Di hari panas, pada kedai biasa, orang biasa duduk di teras menggunakan bangku plastik pendek sambil melihat jalan. Ini adalah budaya ngopi yang paling umum. Macam kopitiam versi Vietnam.
Kedai-kedai third wave menyajikan dalam suasana kafe konvensional. Di dalam ruangan dan ber-AC. Sepanjang saya di Vietnam, belum pernah melihat Starbucks meski keberadaannya memang ada.
Yang jelas, Trung Nguyen masih menjadi raja di skena kopi Vietnam. Di negeri sosialis, di mana rakyat menjadi raja, ini adalah konsensus yang sulit dipatahkan. Tapi entah juga di Saigon yang sudah demikian terbuka.
Saya berharap kedai tradisional Vietnam tetap bertahan. Tidak menambah berita duka baru ketika Starbucks memecah keperawanan Italia dengan membuka kedai pertamanya di Milan.
2 komentar
beberapa kali dibawain kopi Vietnam, lengkap dengan dripnya (kayaknya yang dijual sepaket ya), tapi yaa gitu rasanya kok gak pas ya? lebih suka robusta dari Sapan, Toraja.
mungkin juga karena yang dibawa itu yang grade rendah, namanya juga oleh-oleh hihihi
Kalau udah ngerasain yang di sana, akan tahu ciri khas Trung Nguyen. Sebetulnya, selain dark roast robusta, juga diberi coating semacam butter sehingga rasanya moka betul.
Kalau yang dipaket itu Phuc Long, emang rasanya biasa aja sih.
Posting Komentar