Catatan Kuliner Vietnam
https://www.helmantaofani.com/2017/03/catatan-kuliner-vietnam.html?m=0
Rampung menelusuri sungai Sai Gon berarti paripurna juga tur ke Vietnam. Esok paginya kami akan kembali ke tanah air.
Ada tawaran, sebenarnya, bagi yang ingin dapatkan free time dengan catatan nanti kembali sendiri ke hotel. Dengan kondisi sudah larut, jam 9.30, kami memilih kembali. Yang masih melanjutkan mungkin ingin belanja oleh-oleh atau mencicip hedonisme Saigon.
Keesokan harinya kami menuju Bandara Tan Son Nhat, yang relatif berada di pusat kota. Dari Distrik 5 bisa ditempuh dalam waktu sekitar setengah jam, termasuk kemacetan Senin. Bandara ini memang bandara tua, yang masih dekat kota. Pemerintah Vietnam tengah membangun bandara baru, 30 KM di luar kota.
Di jalan ke bandara, Hyu meminta kami merefleksi makanan yang sudah kami konsumsi sepanjang tur. Ini catatan bagus untuk mengakhiri notes. Tentang makanan.
Overall, makanan Vietnam mirip dengan chinese food, tapi lebih ramah untuk lidah Asia Tenggara karena menggunakan lebih banyak kecap asin. Sapo tahu, tumis sayur, hidangan ikan dan sea food menjadi menu yang selalu hadir.
Secara default, hadir juga daging babi. Tetapi, khusus untuk tur ini yang disuguhkan adalah daging sapi dan ayam. Ada juga pho, kwetiau khas Vietnam yang disajikan dalam semangkuk kuah bening.
Ciri khas makanan Vietnam adalah daun kecombrang. Berfungsi seperti kemangi, daun ini digunakan untuk memberi aroma harum pada masakan.
Makanan Vietnam, terutama di utara, juga lebih plain. Mereka makan as-is, tak banyak diolah. Di selatan, lebih berani dengan bumbu-bumbu. Mungkin pengaruh Thailand dan Kamboja serta masyarakat yang heterogen.
Bagi yang menghindari makanan haram, terus terang saja, susah. Orang Vietnam gemar masak dengan minyak babi. Di distrik turis, masih ada beberapa penjual yang menyatakan halal, atau memang makanan asing (India, Melayu, Cham).
Paling aman adalah mencari makanan vegetarian atau yang manis-manis. Untuk yang terakhir gampang ditemui. Vietnam masih mendapatkan pengaruh besar dari Perancis sehingga menggemari roti. Mencari baget atau pastry mudah. Biasanya bakery bersebelahan dengan tempat kopi.
Nasi tidak menjadi soal. Nasi di Vietnam enak. Cocok dengan status sebagai pengekspor beras, dengan ladang produksi di delta sungai Mekong. Sawah juga lazim ditemui di daerah sub urban.
Buah-buahan juga melimpah di Vietnam. Buah naga paling umum, disamping mangga, nangka, semangka, timun suri, dan kelapa muda.
Di kota besar, banyak juga restoran internasional. Sewaktu di Hanoi, kami mencoba buffet all you can eat yang sangat happening di sana. Terdapat berbagai stall makanan, dari daging buaya hingga kulit salmon. Kita tinggal memilih dan makan sepuasnya. Saya mencoba makanan tradisional pho kering, kwetiau yang dibasahi jeruk nipis kemudian diberi topping tumis daging.
Secara default, jajan di restoran akan diberi air putih atau teh tawar gratis. Ada yang free flow; ada yang tidak. Tapi minta es batu gratis. Hampir semua restoran juga bisa menyediakan ca phe sua. Tinggal minta dengan es atau panas.
Untuk minuman soda, produk Pepsi lebih menguasai marketshare. Jadi, bila pesan minuman bersoda kemungkinan Anda akan mendapatkan Pepsi, 7Up, atau Miranda. Anda bisa minta kalau ingin Coca Cola.
Restoran franchise internasional juga banyak. Dari McDonald's, Sushi Tei, Baskins Robbins, dan sebagainya ada di Vietnam. Di Saigon penampakannya lebih lazim.
Tapi, mumpung di sana, sayang juga kalau terlalu banyak menghabiskan Dong di makanan internasional. Jajanan seperti ketan warna-warni di Saigon lebih menarik dan halal.
Bagi turis Indonesia, makanan di Vietnam rasanya tak jadi soal.
Posting Komentar