Menembus Kabut Noi Bai
https://www.helmantaofani.com/2017/03/menembus-kabut-noi-bai.html?m=0
Cuaca berkabut menyambut kami di Hanoi. Padahal saya sudah mendapatkan tempat duduk jendela di pesawat. Rencananya ingin foto Hanoi dari udara. Tetapi sampai benar-benar touchdown, yang terlihat hanya putih. Awan, kemudian kabut.
Hanoi, 21 derajat di atas garis khatulistiwa, memiliki iklim subtropis. Maret merupakan peralihan musim dingin (yang ditandai kabut, gerimis) ke musim semi. Suhu 20 derajat menyambut kami di bandara, penilaian pertama terhadap ekspektasi.
Jam sebelas siang, suasana seperti pagi. Mendung menggayut, berkabut, dan gerimis kecil. Kami tiba di Noi Bai, bandara gres Hanoi yang baru dibuka 2015 lalu. Bandara ini menggantikan Gia Lam, dan merebut status bandara terbesar Vietnam dari Saigon. Bandara dengan desain modern ini simbol keseriusan pemerintah Vietnam dalam kembangkan wisata daerah utara. Daerah yang relatif tak banyak terkena konflik perang.
Noi Bai Airport, hasil kerjasama Jepang dan Vietnam, kompak, modern, dan transparan. Pendekatan yang diadopsi dari bandara-bandara seperti Incheon, Frankfurt, dan kemudian ditiru juga di Terminal 3 Soekarno-Hatta.
Noi Bai tidak terlalu besar. Dari gate ke kedatangan cukup dekat, dan kami berbaris mengantri di imigrasi. Tidak ada paperwork yang harus diisi. Petugas berpakaian hijau seperti militer akan melihat paspor, dan warga ASEAN yang tidak perlu visa bisa segera ke tempat kedatangan.
Noi Bai berjarak sekitar 35 kilometer dari Hanoi. Penghubungnya adalah jalan tol, yang dibangun bersama konstruksi bandara. Dari bandara ke kota, ada angkutan bis (mirip Metromini warnanya) dan taksi. Karena kami organized tour, sudah ada bis yang menunggu 50-an anggota group tour kami untuk menuju Hanoi.
Penilaian pintas saya, berasumsi Vietnam (dalam hal ini Hanoi) seirama Indonesia tampak di sepanjang jalan menuju kota. Sawah di tepi tol, perkampungan, hingga usai tol bertemu dengan lalu lintas yang banyak pengendara sepeda motor.
Kami melewati jembatan Sungai Merah yang menjadi fondasi arkeologis Hanoi. Melewati jembatan tersebut, secara administratif kami memasuki kota berpenduduk 7 juta jiwa, separuh di antaranya menaiki sepeda motor setiap hari. 90% populasi motor merupakan hasil pabrikan Jepang (Honda). Sama seperti Indonesia sembilanpuluhan.
Tiba-tiba saya bisa menarik benang mengapa Jepang ikut membangun Noi Bai.
- Hanoi, 16 Maret 2017
Posting Komentar