Paradoks Ho Chi Minh di Hanoi
https://www.helmantaofani.com/2017/03/paradoks-ho-chi-minh-di-hanoi.html
Kami akan pamit dari Hanoi malam ini. Bertolak ke Saigon di selatan. Saigon kini bernama Ho Chi Minh City. Tetapi tak bisa dimungkiri bahwa Hanoi-lah kota Ho Chi Minh sesungguhnya.
Hari terakhir, langsung dari Halong, kami kembali ke Old Quarter. Rencananya akan mengunjungi Ba Dinh Square, Mausoleum Ho Chi Minh, dan Pagoda Satu Pilar. Semuanya ada di kompleks pemerintahan.
Di hari pertama, ketika city tour, Phong -pemandu kami- menjelaskan mengenai sentra pemerintah yang bersebelahan dengan West Lake ini. Ada gedung Partai Komunis dengan lambang palu arit besar. Di sekitarnya berserakan kedutaan besar negara-negara yang menempati bangunan lama. Sentralnya adalah Ba Dinh Square (harafiahnya berarti "lapangan merdeka").
Tidak boleh membawa spanduk di sana. Kata Phong, demonstrasi dilarang. Jadilah kami foto grup tanpa membentangkan spanduk.
"Penjaganya bisa marah nanti," katanya.
Phong benar. Saya mengingatkan dua turis bule yang disemprit petugas karena duduk-duduk di batas steril. Selang sebentar, giliran turis dari Tiongkok yang disemprit karena membentangkan spanduk ketika berfoto bersama.
Sejenak kami di sana fokus kepada sosok Ho Chi Minh dan warisan komunismenya. Bagaimanapun, itu adalah daya tarik cerita dari Vietnam.
Sulit membayangkan pariwisata Vietnam bergerak tanpa cerita. Sama sulitnya dengan bercerita Vietnam tanpa Ho Chi Minh.
Ho Chi Minh lahir di provinsi Nghe An pada masa imperial Perancis menguasai Indochina di akhir abad ke-19. Ia sempat melihat dunia sebelum memutuskan belajar di Perancis dan mengenal sosialisme.
Ia menetap di Tiongkok, bergabung dengan komunis internasional, dan mulai merancang membangun Vietnam berdaulat dari Tiongkok. Tahun 1941 ia kembali ke Hanoi. Sama seperti negara-negara Asia Tenggara, akhir Perang Dunia II menjadi momentum deklarasi. Ho Chi Minh memproklamirkan Vietnam pada 2 September 1945.
Paralel dengan cerita Indonesia, imperialis datang lagi untuk mengklaim teritori jajahan. Dalam kasus Perancis, mereka menginstal Dinasti Bao untuk menjadi penguasa yang direstui. Ho Chi Minh memimpin perang yang dimenangkannya pada 1954.
Perjuangan Ho belum selesai. Ia masih punya misi unifikasi Vietnam. Di depannya ada tentara Amerika yang sejak era Eisenhower hingga JFK selalu menambah pasukan hingga mencapai angka 800.000.
Ho meninggal pada 1969. Ia menyisakan separuh perjuangan berupa Republik Demokratik Vietnam (DRV) yang disebut Vietnam Utara. Ia disemayamkan di Hanoi yang kemudian jadi ibukota republik.
Ho, yang tidak beristri dan beranak (sehingga dipanggil Paman Ho), adalah founding uncle orang Vietnam. Ia adalah Soekarno-nya Vietnam, yang beruntung tidak bernasib seperti Si Bung, dilupakan sejarah pada rezim berikutnya.
Pengganti Ho, Le Duan, memimpin Vietnam meladeni Amerika sampai mendapatkan cita-cita unifikasi Vietnam pada 1975. Ia juga melanjutkan fondasi sistim politik yang diwariskan Ho, yaitu komunis.
Hanoi, di sepertiga sisi menceritakan kisah yang terjadi sebelum Paman Ho. Sepertiga lainnya adalah legacy Ho Chi Minh. Secara fisik hadir lewat mausoleum-nya, yang berisi jasad si Paman, diawetkan sampai sekarang. Tiap pagi dan sore, ada upacara pergantian penjaga. Seperti di Buckingham, itu jadi tontonan turis.
Mausoleum Ho Chi Minh berdiri di depan pagoda kuno. Bersebelahan dengan istana Presiden yang berupa bangunan peninggalan Perancis. Di depannya terhampar lapangan luas, panjang, tempat tentara berbaris parade. Sungguh menggoda imajinasi kita tentang komunis.
Sepertiga terakhir cerita Hanoi adalah transformasi komunis, sosialis, dan kini menyaksikan masuknya kapital-kapital ke Vietnam. Hunian Hanoi mulai naik. Apartemen menggantikan rumah-rumah template warisan bagi-bagi lahan sistim komunis. Perusahaan asing mulai masuk. Retail dan raksasa internasional juga mulai menemukan pasarnya di Vietnam.
Hanoi adalah paradoks kehidupan Ho Chi Minh. Ho mengawali hidupnya dengan internasionalisasi, menumpas inperialisme, dan memenangkan perang. Hanoi menjadi cermin. Kebalikan dari Ho.
Perang usai, warisan imperialisme bersama jasad Ho diawetkan, dan berujung dengan internasionalisasi.
- Hanoi, 18 Maret 2017
Posting Komentar