Surat Untuk Anakku
https://www.helmantaofani.com/2017/07/surat-untuk-anakku.html?m=0
Anakku,
Dibandingkan adikmu, setiap perayaan ulang tahunmu adalah cemas. Hari ini kau genap berusia delapan tahun. Menurut semua buku pertumbuhan, mestinya kau berlarian di sana. Di halaman SD yang rindang, berlarian dengan sebayamu mengejar tawa.
Tapi kau tidak seperti anak delapan tahun umumnya. Kau belum mau bicara. Kau belum mau memperhatikan dengan sungguh-sungguh ketika ayahmu bercerita. Tidak sama dengan adikmu, yang menyimak, bahkan hapal jalan ceritanya.
Ayah ingat tujuh tahun lalu, membacakanmu buku bergambar yang bersuara. Tiap tiba di halaman harimau, kau suarakan auman, meniru bunyi bukunya. Ayah juga ingat kau selalu memandang ke tembok apabila kita menyanyikan lagu "Cicak di Dinding".
Ayah tak tahu siapa yang merampas atensimu. Siapa yang merampas bahasamu. Dunia gaduh menuduh, ini-itu sebabnya. Ayah tak mau tahu.
Tahukah kau, bahwa tak ada yang merampas kebahagiaan ayah hidup denganmu. Tak ada atensi, tapi ayah tahu bahwa di pikiranmu tak pernah ada sifat tercela manusia. Tak ada licik, telikung, hasut, dan buruk sangka. Kau masih menggelayut di peluk, padahal ayah hendak menyelinap untuk nonton berdua dengan ibumu.
Kau mungkin tak bicara bahasa. Tapi ketahuilah nak, bahwasanya lisan berbahasa adalah salah satu sumber petaka bagi manusia yang tak bisa menjaganya. Kau tak berbahasa, tetapi Tuhan menggariskan kita bicara. Dalam tatapan mata, senyum, dan tarikanmu menyeret dan melambai ke arah kudapan yang kau suka.
Ayah menganggap kau adalah sahabat terbaik. Tak mengeluh menonton konser Navicula sambil dua jam berdiri. Menunggu sabar melihat Milan main di Gelora Bung Karno, dan kau tertidur di tengah puluhan ribu sorak-sorai ke Franco Baresi.
Delapan tahun lalu kau hadir dan mengubah hidup ayah. Kau adalah pelita yang menerangi niat ayah mencari rezeki, melalui jalan halal. Sejak label autisma itu disematkan pakar dan dokter, ayah baru menemukan untuk apa ayah hidup dan berjuang. Karier ayah definisikan sebagai cara untuk mencukupimu. Kebutuhanmu, dan biaya-biaya yang timbul untuk kita memecahkan enigma.
Di Arafah, tiga tahun lalu, entah tetes keringat atau air mata yang membuat ayah berhenti di satu halaman kitab suci. Tertulis bahwa Tuhan tak pernah mencipta dengan sia-sia. Namamu adalah penanda. Pastilah bermakna.
Setiap melewati tanggal tiga bulan ketujuh, ayah penasaran. Apa misteri yang akan kau bawa di usia barumu? Meminjam syair yang ditulis pelagu yang pernah kau jumpa. Kau aksara yang memberi makna dalam maha rencana.
Selamat ulang tahun anakku, sahabatku, pelitaku, aksaraku, dan syafaatku di hari akhir.
Dari ayahmu yang bangga.
Posting Komentar