Eulogi untuk Itali


I love my every seconds being football fan. Khususnya menjadi penggemar Italia sekarang ini. November 2017.

Ini reminder bahwa kesukaan itu bukan perkara logika. Jika kalkulasi logis, saat ini mestinya aku suka Jerman, Brasil, atau Spanyol. Mencintai itu kutukan. It (just) never goes.

Paket datang dengan pasang dan surut. Surut seperti Battle of Santiago di 1962. Tersisih dari Korea Utara pada 1966. Dibantai Brasil, Spanyol di final yang disaksikan jutaan mata. Lakon dari drama politik dan sepakbola yang acakadut pada 2002, 2004, serta aneka suap tentunya.

Kalau mau logis mending pilih tetangga. Efisien, detil, runut, dan (diduga) tidak korupsi.

Tapi seperti yang dikata Tobias Jones dalam bukunya, The Dark Heart of Italy, mencintai negeri ini adalah mencintai kehakikian manusia. Sadar bahwa hidup mencari kesenangan, bukan mengejar makna yang dalam sebagaimana disindir Dante Alighieri.

Inilah negeri yang suka sekali mencari kambing hitam. Kali ini berupa kambing tua, yang duduk di bangku sebagai biang kegagalan lolos ke Piala Dunia 2018. Di tiap kegagalan, selalu ada yang dikorbankan, tetapi tak pernah menunjuk diri sendiri.

Giampiero Ventura, Cesare Prandelli, Marcello Lippi. Nama yang terlalu mudah ditunjuk. Bagaimana dengan Lennart Johansson, Sepp Blatter, Byron Moreno, atau Carlo Tavecchio? Pernah juga!

Ini negeri yang bisa dengan mudah menghujat Roberto Baggio meski Il Divino Cavallo beberapa saat sebelumnya (nyaris sendirian) membawa Italia ke final Piala Dunia 1994.

Naif untuk berpikir bahwa kegagalan ini sudah diproyeksikan dengan mentalitas tahayul orang Italia. Ketika nasib membawa mereka satu grup dengan Spanyol. Kemudian dari sekian peluang, undian membawa ke tim terkuat Swedia. Butuh “devil’s horn” yang sejatinya gestur buang sial dari negeri pizza ini.

Tidak mengikuti ujaran bahwa ketakutan adalah setengah jalan menuju kegagalan.

Naif pula berpikir akan ada reformasi menyusul kegagalan lolos ke Piala Dunia pertama sejak 1958. Ungkapan revolusi selalu ada sejak 2010, ketika (dua kali berturut) gagal lolos ke babak II Piala Dunia. Kompetisi domestik yang amburadul sejak medio 2000-an, skandal, kegagalan di fase puncak, dan kini dipucuki oleh tragedi. Tidak akan ada respon “year zero” seperti proyek Jerman dan sepakbolanya tahun 2001.

Sudahlah.

Hari-hari ini mengenang ragam pasang dalam kehidupanku sebagai tifosi. Sudah dua dekade mengakrabi sepakbola Italia, yang ironisnya diawali dengan kegagalan Roberto Baggio menendang bola ke gawang Taffarel di Amerika. Juga dwiwarsa sesudah Fabrizio Ravanelli membawa Juventus juara Eropa, yang disambung dengan tumbangnya Paolo Maldini cs di kaki Pavel Nedved muda.

Waktu tak pernah beranjak ketika kau melewati usia 25. Mestinya ada satu dekade hilang dari terakhir aku melihat Cannavaro mengangkat trofi di Berlin. Baru sadar masa itu lewat ketika Buffon, Barzagli, dan De Rossi yang ada di sana mengumumkan undur diri dari tim nasional usai gagal mencapai Rusia 2018.

Mencintai Italia ini seperti tuduhanku kepada orang-orang yang gemar menonton horor. Apa sih yang bisa dinikmati dari rasa takut?

Ada logika yang membawa tuduhan itu menjadi retoris. Bahwa yang disukai dari menonton horor itu sejatinya kelegaan ketika filmnya usai. Kesenangan tak sadar bahwa itu fiksi. Bahwa sejatinya kesedihan ketika menonton tragedi adalah sinyal empatik yang dikirimkan untuk mensyukuri kehidupanmu sendiri.

Football imitates life.

Aku hidup 12.000 kilometer lebih dari Italia. Entah bagaimana ditakdirkan untuk mendukung negara tersebut. Tidak ada kalkulasi logis dalam mencintai.

Dalam angan yang enigmatis kadang berpikir apabila kelak negaraku bersua dengan Italia di final Piala Dunia, mana yang mendapatkan restuku?

Jawaban yang sampai sekarang belum kuputuskan. Tidak perlu juga kupikirkan. Aku hidup hari ini, dan saat ini ada tragedi yang mesti kuratapi. Besok, lusa dan seterusnya adalah misteri. Mengalir saja sesuai kata hati.

Va dove ti porta il cuore.

Related

world cup 4984747071121643109

Posting Komentar Default Comments

1 komentar

Unknown mengatakan...

Promo Bola:Bonus Deposit 10% terbatas bagi pendaftar baru. Mari bergabung bersama agen piala dunia 2018 terpercaya : www.juniorbola.com
Ayo daftarkan diri anda di www.junorbola.com dan nikmati berbagai bonus menarik Piala Dunia 2018.

Add contact kami BBM : d8c328fc Whatsapp : +62-821-6835-2486 Line: juniorbola

Hot in WeekRecentComments

Recent

Konser Green Day, Redemsi yang Mengisi Memori

Konser Green Day di Jakarta, Sabtu (15/2) lalu membuka banyak catatan bagi diri saya. Hajatan tersebut menjadi redemsi bagi saya atas ikhtiar yang tertunda setengah dekade.Sekitaran hari ini, lima tah...

Konser Pearl Jam Nite XII, Energi dari Kolektivitas Penampilan

Lama tak dihelat, Pearl Jam Nite XII meluncur di Bandung. Event bertajuk Alive at The Star ini diadakan di (sesuai namanya) The Star, yang menyatu dengan Avery Hotel Bandung pada hari Sabtu, 9 Novembe...

Narasi Reaktif untuk Album Pearl Jam, Dark Matter

Terpaut 4 tahun dari album terakhirnya, Pearl Jam kembali dengan meluncurkan Dark Matter yang dirilis tengah malam WIB tadi (19 April 2024).Album sebelumnya, Gigaton (2020) memegang rekor sebagai albu...

Suar Industri Sinema dalam Film Jatuh Cinta Seperti di Film-Film

Menonton "Jatuh Cinta Seperti di Film-Film" mengingatkan lagi memori sekitar awal 2000-an, mengenai jalur apa yang mesti diambil sinema Indonesia agar bisa bersaing dan punya unique selling point?Pada...

Kedekatan Dune dan Konteks Dunia Nyata

Sebagai penonton yang lumayan paham dengan sejarah Islam dan sedikit dunia Arab, film Dune jadi bisa dinikmati lebih dalam.Ada yang belum menonton Dune? Saat ini seri keduanya tengah mengisi gedung pe...

Comments

Anonymous:

Katanya menjadi ustadz,ini kok pendeta?

Faizal jam:

selalu renyah membaca tulisan helman ini, bahasa luwes & ringan, sehingga ga bosen membacanya. cuma masukan aja, ada tradisi dari PJ nite 1 hingga ke-12, yaitu koor bareng antara vocalist & au...

papa4d:

Thanks on your marvelous posting! I seriously enjoyed reading it, you may be a great author

Anonymous:

"It seems silly, like, 'We cannot have real roulette however we will to} have this,' " Lockwood says. "But it is certified everywhere in the the} country as a slot machine, not ...

Anonymous:

In Germany and lots of|and lots of} other countries, the earnings from lotteries and betting swimming pools are used to subsidize newbie sports. Major League Soccer the highest soccer league within th...

Ads

Popular

Arsip Blog

Ads

Translate

item