Writer Block
https://www.helmantaofani.com/2018/08/writer-block.html?m=0
Di akhir album Binaural, band Pearl Jam menambahkan sebuah "track" tersembunyi. Bukan lagu, tetapi merupakan bunyi suara mesin ketik. "Tok tok tok. Tok tok tok tok."
"Track" tersebut kemudian menjadi telur paskah yang dilabeli "Writer's Block" oleh penulis lagu sekaligus vokalis Pearl Jam, Eddie Vedder. Dari situ saya mengenal istilah "writer's block", yaitu keadaan ketika inspirasi mampet sehingga seorang penulis (atau bisa diambil spektrum lebih luas, seorang kreator) tidak mampu menghasilkan karya.
Saya sendiri, sebagai pekerja kreasi (desain dan menulis) kerap dihinggapi sindroma tersebut. Biasanya ada momentum ketika hidup kita demikian standar (mundane), sehingga kurang letupan-letupan yang memicu kreativitas.
Saya exercise kreativitas dengan menulis status-status di Facebook. Kemudian ketika lumayan panjang, saya salin ke blog. Biasanya status dipicu oleh kejadian atau hal yang membuat urgensi untuk menceritakannya kembali.
Sekitar dua bulan belakangan, sesungguhnya dunia tidak kekurangan cerita. Tetapi mungkin yang mengiris interes saya tidak hadir. Ketika ada hal yang mendorong saya menulis, film yang amat berkesan misalnya, saya bisa menulis impresi di dalam GoCar ketika pulang dari bioskop.
Atau biasanya momentum yang penuh kreasi, bagi saya dari dulu, adalah ketika menggunakan transportasi umum. Dahulu, sebelum ujian, hapalan terakhir yang masuk biasanya apa yang saya baca di angkot menuju sekolah. Sekarang, status-status yang saya tulis di Facebook, banyak yang dihasilkan di peron kereta atau di dalam KRL.
Oleh karenanya, saya cukup produktif menulis kala pelesir. Catatan-catatan saya buat di bis, kereta, bandara, penerbangan berdurasi lama, dan seterusnya.
Ketika pemicu getar menulis absen (dalam kasus passion saya, libur sepak bola Eropa, film musim panas ala kadarnya, dan kurangnya konser musik), saya seperti kehilangan ide untuk menyusun kata-kata. Ketika ada pekerjaan kreatif yang menuntut saya merangkai kata, minggu-minggu ini, saya mampet.
Saya teringat "track" terakhir di Binaural tersebut.
"Tok tok tok. Tok tok tok tok."
Mencoba simulasi keputusasaan Eddie Vedder yang harus setor karya di tengah menghilangnya para dewi pemberi inspirasi.
Di zaman kiwari ini, saya memaksakan diri mengambil pena dan kertas dalam keping-keping kibor dan layar monitor. Lalu dituliskan status ini untuk mengusir bebunyian statis itu tadi,
"Tok tok tok. Tok tok tok tok."
Sampai sekian kata, saya baru sadar bahwa sejatinya bunyi itulah dewi inspirasinya. Nada datar yang lama-lama menjadi harmoni ketika jemari menulis kata pendek dan panjang. Menari memencet tombol spasi dan diakhiri dengan kemenangan kala menekan tanda titik.
Inspirasi, semoga kau datang kembali bersama dengan bunyi-bunyi ini. Sebagaimana kepuasanku mengakhir catatan ini dengan bunyi tekanan tuts dan jari telunjukku untuk membuat tanda seru di bawah ini.
Titik!
Posting Komentar