Manuver Politik PSI
https://www.helmantaofani.com/2019/01/manuver-politik-psi.html?m=0
Anget (atau angot) sama manuver PSI? Kalau akrab dengan manuver brand di dunia marketing, apa yang dilakukan mereka itu lumrah. Sebagai partai baru, penting banget bagi PSI untuk tetap di radar para pemilih. Minimal untuk selamat dari batas (treshold) dulu.
Caranya?
Ya bikin mereka (PSI) selalu diomongin dulu. Ada alasan kuat kenapa Grace Natalie yang terpilih jadi ketua partai ini. Juga kenapa figur itu-itu saja yang kemudian muncul. Manuver mereka akhir-akhir ini juga terlihat upaya untuk menggulirkan buzz. Dari penolakan Perda Syariah hingga penyampaian piala.
Empat bulan krusial sebelum Pemilu, pasti akan makin gencar lagi narasi (dan kontroversi) yang akan mereka buat. Di fase marketing, cara-cara ini efektif untuk menaikkan buzz (word of mouth) dan awareness terhadap partai pendukung petahana ini.
Cara untuk mengontrol narasi ini wajar saja, dan kerap dipakai untuk mengatrol elektabilitas. Tahu yang jago pakai cara ini? Masih ingat dulu elektabilitas siapa yang naik karena noraknya pose bangau, gestur Oke-Oce, lalu tempe setipis ATM dan kemudian rambut pete?
Ya, benar.
Semakin sering Sandiaga Uno dikatain norak dan tidak berkelas, semakin naik pula awareness terhadapnya. Awareness menjadi elektabilitas itu setengah jalan. Dan terbukti memang mengatrol elektabilitas beliau. Narasi yang beliau sampaikan bahkan sampai dibahas lawan politiknya juga. Itu bukti Pak Sandi pegang kartu, dan tahu apa yang dia lakukan. Out of your judgement memfatwa norak, kampungan, tapi sebagai pebisnis, beliau tidak bego.
So, PSI ini -di level partai- mirip sama Sandiaga. Lihai memancing narasi supaya jadi buzz. Jadi pembicaraan, akhirnya diingat, dan kemudian tentu harapannya dipilih serta lolos treshold. Lawan politiknya juga kadang terpancing menanggapi. Posisi mereka menjadi terangkat bila manuvernya dikomentari “kakap” macam yang tempo hari disasar via piala-piala itu.
PSI ini menarik perhatian saya sejak awal kemunculannya. Taktiknya dengan memasang ketua umum perempuan cantik, dengan juru bicara yang juga tidak lazim, membuat saya berpikir ada otak marketing di belakang parpol yang baru berkompetisi di Pemilu 2019 ini. Manuver mereka juga tampak terkalkulasi dan strategis.
Agitasi yang mereka lakukan terhadap lawan politiknya juga menarik dikaji. Hal yang seru, apa yang mereka incar? Masalah utama mereka adalah lolos ke parliamentary treshold, sebelum memastikan Joko Widodo kembali terpilih (dan mungkin masuk kabinet atau koalisi).
Lebih menarik (bagi saya), karena PSI ini sudah jelas menyatakan mendukung Jokowi (dan mungkin berharap dapat tail coat effect). Maka mengapa mereka bikin narasi yang membuat sebal pendukung oposisi? Narasi Perda Syariah dan piala ini tidak mungkin meniupkan simpati dari pendukung oposisi. PSI juga pasti sadar tentang hal itu. Lalu, suara mana yang diincar mereka?
Tentu saja suara dari partai politik sesama pendukung petahana. Untuk mencapai treshold, mereka berharap dari bocornya suara untuk PDIP, Golkar, dan sebagainya. Normalnya parpol yang masih incar suara swing voters itu biasanya mencari simpati ke semua pihak. Sedangkan PSI ini tampak seperti ingin menonjol sebagai "petarung" petahana. Padahal mereka belum jadi partai, dan bukan bagian koalisi politik saat ini.
Pertarungan di level parpol ini jelas beda dibanding Pilpres. Keras! Mereka punya kepentingan untuk survive daripada kebutuhan meloloskan capres dukungannya.
Banyak partai, banyak cara. Tiap hari saya terkejut melihat spanduk si artis A jadi caleg Partai Anu. Manuver PSI ini jadi menabuh lagi perang antar-partai yang sekian lama tertutup oleh dikotomi cebong versus kampret. Kehebohan yang terjadi belakangan ini, meski meggunakan isu capres, membuat saya menengok lagi ke pertempuran Pemilu Legislatif nanti.
Komposisi suara partai akan menarik ditelisik lagi. Bagaimana hasil Pemilu nanti. Saya memprediksi perolehan suara partai “kakap” (PDIP, Golkar utamanya) akan tergerus oleh kehadiran partai yang lebih muda, yang lebih giat berstrategi menaikkan buzz, awareness, dan elektabilitas.
Posting Komentar