Sapiens Edisi Grafis, Ilustrasi Gagasan Yuval Noah Harari
Sapiens: A Brief History of Humankind , karya Yuval Noah Harari, menjadi salah satu pustaka penting di dekade 2010-an. Kehadirannya membuka ...
Sapiens: A Brief History of Humankind, karya Yuval Noah Harari, menjadi salah satu pustaka penting di dekade 2010-an. Kehadirannya membuka gerbang ke berbagai diskursus menarik dari politik hingga hiburan. Di akhir dekade, Sapiens kembali bergema ketika edisi grafisnya diterbitkan.
Pertama kali mendengar mengenai Yuval Noah Harari adalah ketika saya menghadiri helatan TEDx cabang Jakarta sekitar 4 tahun lalu. Ada video pendek yang menyelip di antara sesi pembicara, ketika Yuval mempresentasikan gagasannya mengenai sejarah peradaban yang menjadi intisari bukunya, Sapiens.
Ternyata Sapiens, dan sekuel-sekuelnya, menjadi buku yang cukup fenomenal. Katakanlah mempunyai gelombang diskursus yang sama seperti dulu Karen Armstrong dengan Sejarah Tuhan. Buku ini mengilhami banyak gagasan lain, salah satu yang terasa mungkin bagaimana pemikiran politisi Budiman Sudjatmiko banyak mengambil ide yang paralel dengan pemikiran Yuval.
Yuval dan Gagasannya
Saya sendiri termasuk yang mengamini gagasan Yuval dalam Sapiens. Ketertarikan saya lebih banyak dalam konteks sejarah peradaban manusia, yang merangkai banyak teori-teori yang sebelumnya juga bermunculan. Gagasan Yuval menarik benang teori evolusi Darwin, sampai penelitian mutakhir mengenai DNA dan jalur migrasi yang muncul belakangan. Sehingga, dengan derajat penelitian sejarah mutakhir, gagasan Yuval inilah yang paling terasa masuk akal.
Hal yang paling terasa membedakan menelaah sejarah via Sapiens adalah bagaimana ia mendudukkan konteks waktu sebagai pemeran penting. Rentang puluhan ribu tahun tentu akan berbeda dibanding peristiwa setahun hingga lima tahun dalam pembahasan sejarah kontemporer. Dalam dua ribu tahun, dunia berubah sedemikian rupa. Konteks ini penting untuk membuat kita sadar bahwa perubahan peradaban itu terjadi pelan-pelan dan lama. Melewati daur pikir manusia yang dalam masa hidupnya ada dalam rentang puluhan tahun saja.
Kepunahan, yang menjadi salah satu bahasan menarik, dijelaskan dalam konteks waktu yang tepat. Bahwa itu terjadi tidak serta merta, sebagaimana genosida. Melainkan, melalui proses yang diiterasi waktu. Migrasi, yang membuat Homo sapiens menghuni pucuk Alaska hingga Terra del Fuego di ujung selatan Amerika juga terjadi dalam kurun beberapa milenia.
Namun, bintang utamanya tentu saja gagasan Yuval yang menghubungkan berbagai kejadian untuk menelaah mengapa manusia menjadi dominan di muka bumi. Gagasan ini yang dijelaskan pada saat TED Talk, yang videonya mengantar saya mengenal Sapiens di atas. Bahwa ada mutasi atau penyesuaian DNA yang membuat manusia mengembangkan kemampuan imajinasi dan fiksi. Kemampuan yang membuat kesepakatan-kesepakatan massal nan kompleks, untuk membuat Homo sapiens sebagai satu-satunya spesies yang mampu bekerja sama untuk menguasai sumber daya.
Membaca dan mengambil kesimpulan mengenai konten Sapiens, melalui buku tekstual 400 halaman lebih tentu saja butuh stamina. Saya membeli Sapiens, tetapi tidak pernah selesai. Ide Yuval melalui TED sudah bisa saya cerna, sehingga membaca hingga seperempat, saya sudah menerka ke mana arah pemikirannya. Di samping itu, sebagai buku yang bobot sejarahnya kental, agak aneh membacanya tanpa ilustrasi. Sehingga, banyak konteks kesejarahan yang kemudian tertelan dengan imajinasi dan diskursus ide.
Sapiens Versi Grafis
Seperti apa sih neandertal? Megafauna? Atau jalur migrasi seperti apa ketika manusia melintasi selat Bering di ujung utara?
Tahun lalu, Yuval, bekerja sama dengan ilustrator Daniel Casanave, merilis edisi grafis dan komikal untuk Sapiens. Hadir dalam versi novel grafis, dengan narator Yuval dan berbagai persona, buku ini menjelaskan dengan lebih mudah mengenai gagasan-gagasan dalam Sapiens.
Selain ilustrasi, kehadiran humor dan tokoh sampingan membuat alur diskusi dalam buku seolah dimoderasi. Kartunis dan penulis David Vandermeulen membantu penyampaian gagasan Yuval dan narasi sejarah dengan pendekatan yang lebih intim. Mengingatkan kita betapa menyenangkan belajar sejarah dalam konteks diskusi dan humor. Perasaan sama ketika membaca komik peradaban milik Larry Gonick.
Hanya saja, sebagai buku yang disusun berdasarkan gagasan, alur yang disampaikan dalam buku ini tidak linier. Tidak seperti buku sejarah lainnya, narasi di dalamnya meloncat-loncat mengikuti gagasan pokok pada setiap bab. Karena memang sesuai khittah-nya, buku ini adalah paparan ilustrasi mengenai gagasan, bukan narasi sejarah.
Sapiens edisi grafis ini menjadi pengantar menarik untuk menelaah kembali gagasan tekstual Yuval dalam bukunya. Sambil menunggu edisi grafis yang kedua, mungkin bisa mulai lagi menjajal Homo Deus, sambungan Sapiens, dengan pemahaman konteks yang lebih baik. Atau bagi yang belum pernah membaca Sapiens sekalipun, langsung terjun ke edisi grafis ini menjadi mula yang baik pula untuk menerbitkan minat terhadap sejarah peradaban.
Posting Komentar