Pelajaran Zen dari Serial Haikyuu
Kelamaan bergaul dengan otaku di rumah, jadi mempunyai banyak referensi apa saja serial yang mesti ditonton.
Dulu, anak saya (yang pengen jadi otaku) sukses meracuni Attack on Titan (Shingeki No Kyojin), lalu Demon Slayer (Kimetsu No Yaiba), kemudian yang masih tiap hari ditongkrongin saat ini Haikyuu.
Yang gila, selain melenakan dari Euro 2020, gara-gara memantau Shoyo Hinata ini saya jadi lebih sering nonton cuplikan kejuaraan dunia voli yang tengah berlangsung di Rimini, Italia. Dengan olahraga ini, saya tidak punya banyak histori. Koordinasi mata dan gerakan saya cukup payah sehingga tidak bagus di olahraga menerima bola (seperti voli dan bulutangkis).
Sepupu-sepupu saya banyak yang jago voli. Mereka adalah atlit-atlit voli yang dulu mengenalkan ke realita bahwa di grass root, voli ini meriah. Pertandingan antar daerah, klub, di mana-mana masih menarik penonton. Bahkan rela “nge-bon” atau impor pemain.
Menonton Haikyuu ini membuat minat ke olahraga ini jadi naik. Sepertinya ada korelasi juga kalau manga yang lantas naik jadi anime ini membuat Jepang kini ikut main di Liga Voli Dunia. Mudah untuk bisa mulai paham dan jatuh hati ke voli via Haikyuu. Sama seperti dulu membaca Toshi Tanaka dan sepakbola. Bedanya, Haikyuu bisa dibilang lebih “realistis” dan (katakanlah) “doable” ketimbang meniru “phantom dribble” dari manga Shoot.
Tiap episode dan season Haikyuu sejatinya menonton pertandingan voli. Dramanya memang mirip gimnya, dengan poin berganti poin secara konstan, tanpa banyak jeda waktu sebagaimana olahraga berbasis waktu (seperti sepak bola).
Arc-nya standar, underdog story. Hinata dan tinggi badannya berupaya mengingkari hukum gravitasi. Pengembangan karakter dari rekan-rekan setimnya, terutama Kageyama. Jalan cerita sangat tidak kompleks. Tidak ada antagonis, tetapi rival banyak. Di sisi ini saya salut dengan cara pandang orang Jepang terhadap olahraga.
Haikyuu tidak mengumbar konflik. Pihak antagonis adalah self development dari karakter-karakternya. Semangat zen untuk mengalahkan diri sendiri sangat terasa di anime yang secara implisit penuh petuah-petuah. Untuk menuju ke atas, yang kita pandang adalah diri kita sendiri. Rival, musuh, dan orang lain semua sama-sama membantu, memacu kita untuk sampai ke tujuan.
Haikyuu ini jenis anime yang bisa bicara satu musim (10 episode) berkisah di satu pertandingan. Agak sulit membayangkan menontonnya harus berjeda sebagaimana mereka yang mengikuti serialnya di Shonen Jump atau ketika anime-nya tayang. Sampai empat musim, tidak lebih dari setahun berlalu.
Yang pesimis bilang terlampau lambat?
Yang optimis bilang: “Seru amat!”
Posting Komentar