Mengupas Formula Sukses Film Top Gun: Maverick
Seberapa besar dampak film Top Gun dalam ranah kultural populer? Bagi yang tidak mengalami muda pada era 1980-an (seperti saya), mungkin perlu sedikit ilustrasi ini.
Sekadar gambaran, apabila sampai sekarang kalian masih merasa oke dengan kacamata aviator, jaket bomber, dan menyimpan keinginan untuk punya sepeda motor keren, maka kita sedang membicarakan dampak film Top Gun (1986). Di ranah populer, film ini pula yang membuat sineas Indonesia membuat Perwira dan Ksatria (1990) sebagai jawaban propaganda militer versi kearifan lokal.
Secara sinema, Top Gun yang asli cukup sederhana. Bahan jualannya adalah menggambarkan bahwa menjadi pilot pesawat tempur Amerika itu profesi yang maha-prestisius. Dengannya, semua orang bisa effortlessly cool, tentu didukung seragam, jaket bomber, bodi six pack, serta kacamata aviator tadi. Dengan modal itu, orang bisa merasa mendapatkan Kelly McGillis itu mudah.
Top Gun asli berkisah mengenai Pete "Maverick" Mitchell (diperankan Tom Cruise). Pilot, yang sesuai kode namanya, maverick (berandalan). Ia punya bakat dan nyali untuk mengendalikan pesawat jet F-14 as he will. Nyali yang membawanya ke berbagai tindakan gegabah sehingga menewaskan rekannya, Goose (Anthony Edwards). Namun, pada akhirnya, sikap berandalannya yang membuat Maverick menonjol dan keluar sebagai protagonis.
Tiga dekade kemudian, Top Gun dilanjutkan sekuelnya. Masih menampilkan Tom Cruise dan Maverick. Bahkan judulnya saja Top Gun: Maverick. Ia masih membawa formula yang sama persis, hingga sekilas film ini lebih mirip remake sebetulnya. Banyak hal-hal yang dipertahankan dari film aslinya. Dari musik latar, adegan-adegan pesawat, artefak-artefak yang bisa menjadi easter eggs hingga formula suksesnya.
Dikisahkan Maverick kembali ke program Top Gun. Program untuk melatih pilot tempur terbaik dari Amerika. Salah satunya adalah Bradley "Rooster" Bradshaw (Miles Teller), anak Goose, rekannya di film pertama dulu. Maverick punya beban ganda yang bercampur antara keinginan untuk menyukseskan misinya, sekaligus melindungi anak dari rekannya dulu.
Top Gun dan sekuelnya punya jalan cerita yang amat sederhana. Tetapi keduanya menawarkan daya tarik lain dari sinema klasik, yaitu adegan aksi. Film ini dulu menaikkan Jerry Bruckhemer, si produser film-film aksi populer. Kali ini juga masih bersama Jerry, dan tentunya membawa porsi aksi di depan layar. F-14 kini sudah diperbarui dengan F-18 yang lebih canggih.
Menonton adegan dalam pesawat, didukung dengan efek dan suara yang (lebih) canggih, penonton akan dibawa seolah di simulator. Tidak terasa, mungkin, akan memegang ujung kursi karena seperti merasakan tekanan gravitasi yang memapar pilot. Atau juga mungkin cemas ketika mengikuti manuver-manuver ekstrim?
Angkat topi bagi dedikasi para aktor yang memfilmkan adegan-adegan di dalam kokpit pesawat secara mandiri. Dari penggalan balik layar, sutradara Joseph Kosinski mengungkapkan bahwa untuk adegan tersebut, aktor dan aktris merekam sendiri reaksi mereka kala ikut terbang dalam jet tempur. Hasilnya luar biasa, dan jadi bagian yang membawa Top Gun: Maverick menjadi film menyenangkan berkat detail-detail semacam ini.
Secara cerita, sama seperti film sebelumnya, formulasinya sederhana. Kelly McGillis diganti Jennifer Connelly (tidak akan ada yang protes), dan hubungan antar karakternya juga mirip dengan film lama. Begitu sederhana, dan penuh referensi atas film lamanya, tetapi justru mengingatkan lagi bahwa sinema sederhana justru bisa menonjolkan kekuatan utamanya.
Dalam Top Gun, lakonnya ya adegan aksi. Di luar ekspektasi, ini menyenangkan juga. Sudah lama rasanya tidak menonton film yang sesimpel membuat kita larut dalam adegan-adegan tanpa memikirkan jalan cerita atau skenario yang kompleks.
Satu-satunya yang membuat sedikit berpikir, mungkin, bagi yang mengikuti film aslinya dulu. Ada banyak referensi yang bisa dikaitkan sehingga sepanjang menonton kita seperti dibawa bolak-balik ke Top Gun dan Top Gun: Maverick.
Akan tetapi, itupun pengalaman berpikir yang menyenangkan. Pengalaman yang membuktikan bahwa film pertama sahih sebagai salah satu sinema penanda zaman. Kita tidak bisa sekadar mengabaikan artefak-artefak kultural yang ada di dalamnya.
Posting Komentar